Tampilkan postingan dengan label renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label renungan. Tampilkan semua postingan

Senin, 23 Maret 2009

Hukum Truk Sampah !

Suatu hari saya naik sebuah taxi dan menuju ke Bandara. Kami melaju pada jalur yang benar ketika tiba-tiba sebuah mobil hitam melompat keluar dari tempat parkir tepat di depan kami. Supir taxi menginjak pedal rem dalam-dalam hingga ban mobil berdecit dan berhenti hanya beberapa centimeter dari mobil tersebut.
Pengemudi mobil hitam tersebut mengeluarkan kepalanya dan mulai menjerit ke arah kami. Supir taxi hanya tersenyum dan melambai pada orang orang tersebut. Saya benar-benar heran dengan sikapnya yang bersahabat. Maka saya bertanya, “Mengapa anda melakukannya? Orang itu hampir merusak mobil anda dan dapat saja mengirim kita ke rumah sakit!” Saat itulah saya belajar dari supir taxi tersebut mengenai apa yang saya kemudian sebut “Hukum Truk Sampah”.
Ia menjelaskan bahwa banyak orang seperti truk sampah. Mereka berjalan keliling membawa sampah, seperti frustrasi, kemarahan, kekecewaan. Seiring dengan semakin penuh kapasitasnya, semakin mereka membutuhkan tempat untuk membuangnya, dan seringkali mereka membuangnya kepada anda. Jangan ambil hati, tersenyum saja, lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup.
Jangan ambil sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orang lain yang anda temui, di tempat kerja, di rumah atau dalam perjalanan. Intinya, orang yang sukses adalah orang yang tidak membiarkan “Truk Sampah” mengambil alih hari-hari mereka dengan merusak suasana hati.
Hidup ini terlalu singkat untuk bangun di pagi hari dengan penyesalan, maka: Kasihilah orang yang memperlakukan anda dengan benar, berdoalah bagi yang tidak. Hidup itu 10% mengenai apa yang kau buat dengannya dan 90% tentang bagaimana kamu menghadapinya.
Hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu, tapi tentang bagaimana belajar menari dalam hujan.

Sumber : Anonymous



Kamis, 22 Januari 2009

Perempuan yang Dicintai Suamiku



لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Silahkan mbaca Crosslink tulisan ini Klick
Setelah membaca tulisan dengan subject diatas , saya kok jadi melankolis ya....??
Tulisannya benar-benar mengena dan merasuk sampai kehati, jadi saya bertanya dalam diri saya, apakah saya benar-benar mencintai dengan setulus hati Istri yang salalu bersama saya, sebagai teman ngobrol, teman bercanda, teman pergi, sahabat dalam kesulitan, konsultan agar lebih arif dalam menggunakan uang,...Istri dalam mengasuh dan mendidik anak.....dan Ibu dalam merawat dan mengayomi saya ketika saya sakit....dan semuanya deh....!!!
Duh Istriku....kalau ada yang kurang berkenan tolong dikemukakan ya.....?? mana tahu sikapku selama ini ada kemiripan seperti cerita diatas.....tapi kayaknya ngak deh.....yang lalu-lalu sepertinya sudah saya ceritakan semua......!!!
Nah teman kalau anda baca Tulisan diatas yang saya Crosslink ...... bagaimana, apakah anda mempunyai pikiran yang sama dengan saya....atau biasa saja.....kita tukar pendapat yuck.....!!!!


Tangerang, 21 January 2009

Wasalam,

Note : Terimakasih ya Sis Botefilia atas tulisannya yang mencerahkan...!!


Rabu, 21 Januari 2009

Keindahan yang memberikan Nuansa




لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Hidup ini indah, seindah alam dilingkungan sekitar kita, tapi terkadang kita tak menyadarinya…karena kita terbiasa dalam kondisi seperti itu, atau mungkin juga kita tak memahami atau tak begitu perduli dengan keindahan yang ada…..sehingga hal-hal kecil yang memberikan nuansa tak begitu berarti….lewat saja….berlalu saja….atau yah ….. akhirnya kita tak mengetahui bahwa keindahan itu diberikan sesungguhnya untuk dinikmati….dihayati dan disyukuri…..atau mungkin saja terlalu banyak hal-hal lainnya yang masuk dalam pikiran kita, sehingga prioritas itulah yang kita dahulukan…..namanya juga hidup penuh dengan rintangan/ kendala atau halangan….kendala itulah yang selalu mengalir pada setiap langkah atau gerak kita sehingga kita selalu berusaha untuk mengatasinya dan lepas dari kondisi yang ada….padahal setiap langkah atau gerak kita akan selalu diselimuti oleh hal-hal seperti itu…..percayalah akan selalu seperti itu…..karena itulah yang membuat kita hidup …. Membuat kita bekerja dan berkarya.

Tapi karya yang tidak dilandasi oleh keindahan hasilnya akan terasa kering, gersang bahkan mungkin tandus….oleh karena itu nuansa keindahan harus kita tampilkan pada setiap gerak dan langkah kita, selain dapat memberikan nuansa keindahan dia juga akan memberikan nuansa lain yang tidak kita sadari sebelumnya.

Potongan kalimat diatas sebetulnya oratan yang tak begitu bermakna…tapi dengan oretan itu saya ingin melewatkan waktu saya untuk mensyukuri keindahan yang diberikan kepada saya, dimana saat saya pulang selepas tugas tanggal 20 januari kemaren, ketika kendaraan yang membawa saya ke bandara Sultan Tahha Jambi, ditengah perjalanan yakni disekitaran Desa Sungai Toman, saya minta driver saya untuk menghentikan kendaraan, saat itu jam saya menunjukkan waktu jam 06:40….saya bidikkan kamera yang saya punya untuk mengabadikan keindahan yang menurut saya lumayan bagus, sinar matahari pagi bersinar temaran menyambut pagi yang cerah namun diliputi oleh awan tipis….menurut saya indah sekali…..saya bersyukur bahwa saya diberikan momen untuk melihatnya, mengamatinya dan mensyukurinya, mungkin hal ini sederhana atau mungkin saya terlalu romantis terhadap alam….tapi yang pasti driver saya memberi kesan yang sama dengan apa yang saya pikirkan.

Ya, photo-photo dibawah akan memperlihatkan bagaimana hasil jepretan pemula mengabadikan momen yang ada….kalau hasilnya kurang Okey punya, ya mohon dimaafkan karena yang mengabadikan juga bukan seorang yang Profesional, tapi amatiran…..hehehe....begitu juga saat diatas pesawat, saya juga abadikan Awan yang ada ... seperti negeri impian atau negeri diatas awan....!!!!

Ok Teman, silahkan nikmati keindahan itu…..karena hanya itu yang bisa saya tampilkan…lebih dan kurang saya mohon maaf ya…..!!! Awali hari ini dengan senyum …. Karena Keindahan akan ada disekitar kita……!!!



Tangerang, 21 January 2009


Wasalam,





Jumat, 31 Oktober 2008

Etika dalam Berkomunikasi Via Telephone/Handphone


لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته


Etika dalam bertelephone sebetulnya suatu hal yang sangat sederhana, saat menelpon atau mengangkat telephon yang berbunyi cukup dengan : Asalamualaikum, selamat pagi, siang, sore atau malam dan seterusnya........tapi kalau kita tahu orang yang akan kita hubungi atau yang menghubungi kita itu muslim, maka kata " assalamualaikum " akan lebih pas.......(imho) .....karena kesanya bersahabat dan niatnya baik.......Insya Allah tentunya. 
Setelah ucapan selamat tersebut baru kita memperkenalkan diri kita dan keperluan kita untuk menghubunginya atau keperluan orang yang menelpon kita.....sangat sederhana khan........???

Pernah kah anda menghubungi/ dihubungi orang yang sejak awal bicaranya sudah ngak enak.....?? .... sehingga membuat kita terpancing atau cuma mengelus dada......nah ada cerita menarik yang saya kutip dari detikom, mengenai pengalaman menarik dari kapuspen kejagung M. Jasman Panjaitan ....... silahkan Klick ....... Saya bisa bayangkan tuh kondisinya Pak Jasman saat dia tahu siapa yag sedang berbicara dengannya......hehehehe.........

Lain dengan Pak Jasman lain pula yang dialami oleh Mantan Kajari Tilamuta, Gorontalo Ratmadi Saptondo ... Silahkan Klick...... posisi dan sekolahnya sih tinggi tapi ngak mempunyai etika dalam berkomunikasi via telephon/ handphone......karena kelalaiannya itulah akhirnya dia dinonaktifkan bahkan kemungkinan dipecat ..... dan bukan itu saja.....rentetan panjang kasus akan menjeratnya karena perbuatan fitnah atau perbuatan yang kurang menyenangkan........wah pasti panjang nich ceritanya......sebuah kisah yang membawa malapetaka karena etika dalam bertelephone.

Dua contoh diatas merupakan contoh sederhana.....yang membuat kita tersenyum lucu atau tersenyum getir....mungkin kita juga pernah mengalami hal yang sama....tapi mudah-mudahan yang lucu seperti pengalaman Pak Jasman........!!!! atau mungkin selama ini etika kita atau etika orang yang menelphone kita sudah bagus sehingga kita selalu berbicara dalam kontek kesopanan dan kesantunan budaya timur......semoga dan semoga tentunya.



Imeges source : klick



Tangerang, 31 October 2008



Wasalam,







Senin, 28 Juli 2008

Kenegarawanan Pemimpin Kita


Rating:★★★★
Category:Other
Tulisan yang sangat menarik oleh " Tjipta Lesmana " Kolumnis surat kabar Nasional yang perlu kita cermati dan renungkan maknanya.

Menarik, menyimak ungkapan Wapres Jusuf Kalla, 15 Juli 2008. Dikatakan, ada enam pemimpin kita tidak saling bicara satu sama lain.

”Presiden Soekarno tidak bisa berbicara dengan Soeharto pada saat akhir pemerintahannya. Pak Harto tidak mau berbicara dengan presiden selanjutnya, BJ Habibie. Presiden Habibie tidak berbicara dengan KH Abdurrahman Wahid saat turun. Presiden Gus Dur tidak mau berbicara dengan Megawati Soekarnoputri. Megawati tidak saling omong dengan Presiden Yudhoyono setelah pemilu.”

Jusuf Kalla mengangkat isu politik sensitif tetapi krusial dalam konteks demokrasi. Seolah ia ingin mengingatkan, sikap ke-enam pemimpin yang saling berdiam diri itu tidak baik dan tidak mendidik dari segi demokrasi. Mengapa mereka tidak saling berbicara? Sebelum menjawab, pernyataan JK perlu dikoreksi.

”Penyakit” curiga

Kasus ”saling tidak mau berbicara” di antara ke-enam presiden tidaklah sama. Siapa yang tidak mau berbicara: apakah presiden yang digantikan (sebagai komunikator) atau presiden yang menggantikannya (komunikan)?

Dari enam presiden, hanya satu—Soeharto—yang tak mau berbicara saat dalam posisi sebagai komunikator. Sejak meninggalkan Istana, 21 Mei 1998, sampai meninggal, Soeharto tak mau menerima, apalagi bertemu Habibie. Lainnya, yang ngambek, adalah komunikan, presiden yang digantikan. Maka, benar kata JK, saat Habibie digantikan Gus Dur, ia emoh menyapa Gus Dur. Namun, dalam kasus Gus Dur-Megawati, keduanya tak mau saling sapa. Saat SBY menggantikan Megawati, 20 Oktober 2004, Megawati tak mau berkomunikasi dengan mantan menterinya itu meski SBY dengan berbagai cara berupaya menemui Megawati.

Jika ditanya, ”Apa sebab?” Jawabannya karena sebagian besar pemimpin kita bukan negarawan ”kelas tinggi”. Sifat dendam bertengger kuat dalam nurani. Kekurangan kenegarawanan juga tecermin dari susahnya pemimpin menerima kekalahan dalam pesta demokrasi. Faktor ketiga: ”penyakit” curiga yang tidak kunjung sembuh.

Dari lima kali transisi kekuasaan yang pernah kita alami, alih kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto paling ”bermasalah”. Sejumlah ahli sejarah bahkan menuding Soeharto melakukan kup melalui Surat Perintah 11 Maret (1966). Hingga hari ini, tudingan itu tetap kontroversial. Soeharto tidak pernah mau menemui pendahulunya karena sadar transisi kekuasaan itu ”bermasalah”. Anehnya, Soeharto tidak pernah eksplisit menuduh Soekarno bersalah dalam tragedi G30S.

Mengapa Soeharto tidak mau menerima kedatangan ”anak emasnya”, Habibie, setelah lengser 21 Mei 1998? Bukankah ia sendiri yang memilih Habibie sebagai Wakil Presiden pada Sidang Umum MPR Maret 1998? Dikabarkan, Cendana mencurigai Habibie berkonspirasi dengan pihak tertentu untuk menjatuhkan Soeharto, terutama pengunduran diri 14 menteri saat Soeharto sedang memeras otak membentuk ”Kabinet Reformasi”. Habibie menolak tudingan ini. Itu sebabnya Habibie mengaku batinnya menangis sebab hingga saat terakhir tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi antara keberangkatan Pak Harto ke Kairo hingga pengunduran Soeharto.

Dalam kampanye Pemilu 1999, Gus Dur dan kubunya banyak mengkritik kebijakan Presiden Habibie. Sebetulnya, Amien Rais dan Megawati berbuat sama, terkait lepasnya Timor Timur dan skandal Bank Bali. Namun, karena Gus Dur yang terpilih sebagai Presiden, wajar jika Habibie tidak senang dan tidak mau menyapanya.

Saling curiga

Saling curiga rupanya sifat pemimpin kita. Gus Dur percaya Megawati ada di balik proses impeachment dirinya pada medio 2001. Namun, Megawati juga punya alasan kuat untuk tidak senang kepada Gus Dur. Keduanya membisu setelah Gus Dur digantikan Megawati. Dibutuhkan dua tahun lebih hanya untuk berjabat tangan, belum sampai tahap bercakap-cakap. Itu pun diramaikan isu suap yang dilemparkan Gus Dur. Namun, saat keduanya menghadapi ”musuh bersama” SBY, permusuhan itu mencair.

Ihwal relasi Megawati-SBY? Banyak pihak percaya dendam Mega kepada SBY lebih kuat daripada dendam Soeharto kepada Habibie. Di mata Mega, SBY tak lebih ”Brutus”. ”Kita harus rebut kursi presiden itu pada 2009!” teriak Mega di depan kader PDI-P beberapa jam setelah SBY diambil sumpahnya oleh MPR, 20 Oktober 2004.

Dendam, curiga, dan tak bisa menerima kekalahan, itulah tiga ”keburukan” pemimpin kita disusul tidak bercakap-cakap. Di AS, para mantan kepala negara tetap menjalin silaturahmi, juga dengan penguasa di Gedung Putih. Bukan hanya itu. George W Bush mengirim mantan Presiden Jimmy Carter ke Timur Tengah untuk mengupayakan perdamaian, mengirim Bill Clinton ke Aceh saat tsunami. Presiden Clinton pun pernah mengirim Presiden Bush (senior) ke China untuk berunding dengan Pemimpin RRC. Suatu saat empat mantan presiden dan Presiden Bush makan siang di Camp David sambil membahas masalah bangsa.
Rupanya, bagi Indonesia, gambaran keakraban presiden dengan para mantan presiden seperti di AS masih mimpi.

Tjipta Lesmana Pengarang Buku Komunikasi Politik 6 Presiden RI

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/26/01250058/kenegarawanan.pemimpin.kita

Jumat, 23 Mei 2008

Pohon yang Kehilangan Rohnya


Rating:★★★★
Category:Other
لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Ada salah satu kebiasaan yang ditemui pada penduduk yang tinggal di sekitar kepulauan Solomon, yang letaknya di Pasifik Selatan, yakni meneriaki pohon. Untuk apa ? Kebisaan ini ternyata mereka lakukan apabila terdapat pohon dengan akar-akar yang sangat kuat dan sulit untuk dipotong dengan kapak.

Inilah yang mereka lalkukan, jadi tujuannya supaya pohon itu mati.

Caranya adalah, beberapa penduduk yang lebih kuat dan berani akan memanjat hingga ke atas pohon itu. Lalu, ketika sampai di atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada di bawah pohon, mereka akan berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu. Mereka lakukan teriakan berjam-jam, selama kurang lebih empat puluh hari.

Dan, apa yang terjadi sungguh menakjubkan. Pohon yang diteriaki itu perlahan-lahan daunnya akan mulai mengering. Setelah itu dahan-dahannya juga mulai akan rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan dengan demikian, mudahlah ditumbangkan.

Kalau kita perhatikan apa yang dilakukan oleh penduduk primitif ini sungguhlah aneh. Namun kita bisa belajar satu hal dari mereka. Mereka telah membuktikan bahwa teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap mahkluk hidup tertentu seperti pohon akan menyebabkan benda tersebut kehilangan rohnya.

Akibatnya, dalam waktu panjang, makhluk hidup itu akan mati.

Nah, sekarang, apakah yang bisa kita pelajari dari kebiasaan penduduk primitif di kepulauan Solomon ini ? O, sangat berharga sekali! Yang jelas, ingatlah baik-baik bahwa setiap kali Anda berteriak kepada mahkluk hidup tertentu maka berarti Anda sedang mematikan rohnya.

Pernahkah Anda berteriak pada anak Anda ? Ayo cepat ! Dasar lelet! Bego banget sih. Hitungan mudah begitu aja nggak bisa dikerjakan? Jangan main-main disini! Berisik ! Bising !

Atau, pernahkah Anda berteriak kepada orang tua Anda karena merasa mereka membuat Anda jengkel ? Kenapa sih makan aja berceceran ? Kenapa sih sakit sedikit aja mengeluh begitu? Kenapa sih jarak dekat aja minta diantar ? Mama, tolong nggak usah cerewet, boleh nggak? Atau, mungkin Anda pun berteriak balik kepada pasangan hidup Anda karena Anda merasa sakit hati? Saya nyesal kawin dengan orang seperti kamu tahu nggak! Bodoh banget jadi laki nggak bisa apa-apa ! Aduh. Perempuan kampungan banget sih !?

Atau, bisa seorang guru berteriak pada anak didiknya? E, tolol. Soal mudah begitu aja nggak bisa. Kapan kamu jadi pinter? Atau seorang atasan berteriak pada bawahannya saat merasa kesel? Karyawan kayak kamu tuh kalo pergi aku kagak bakal nyesel. Kerja gini nggak becus ? Ngapain gue gaji elu ?

Ingatlah ! Setiapkali Anda berteriak pada seseorang karena merasa jengkel, marah, terhina, terluka ingatlah dengan apa yang diajarkan oleh penduduk kepulauan Solomon ini.

Mereka mengajari kita bahwa setiap kali kita mulai berteriak, kita mulai mematikan roh pada orang yang kita cintai. Kita juga mematikan roh yang mempertautkan hubungan kita. Teriakan-teriakan, yang kita keluarkan karena emosi-emosi kita perlahan-lahan, pada akhirnya akan membunuh roh yang telah melekatkan hubungan kita.

Jadi, ketika masih ada kesempatan untuk berbicara baik-baik, cobalah untuk mendiskusikan mengenai apa yang Anda harapkan. Coba kita perhatikan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Teriakan, hanya kita berikan tatkala kita bicara dengan orang yang jauh jaraknya, bukan? Nah, tahukah Anda mengapa orang yang marah dan emosional, mengunakan teriakan-teriakan padahal jarak mereka hanya beberapa belas centimeter. Mudah menjelaskannya. Pada realitanya, meskipun secara fisik mereka dekat tapi sebenarnya hati mereka begituuuu jauhnya. Itulah sebabnya mereka harus saling berteriak !

Selain itu, dengan berteriak, tanpa sadar mereka pun mulai berusaha melukai serta mematikan roh pada orang yang dimarahi kerena perasaan-perasaan dendam, benci atau kemarahan yang dimiliki.
Kita berteriak karena kita ingin melukai, kita ingin membalas.

Jadi mulai sekarang ingatlah selalu. Jika kita tetap ingin roh pada orang yang kita sayangi tetap tumbuh, berkembang dan tidak mati, janganlah menggunakan teriakan-teriakan. Tapi, sebaliknya apabila Anda inginsegera membunuh roh pada orang lain ataupun roh pada hubungan Anda, selalulah berteriak.

Hanya ada 2 kemungkinan balasan yang Anda akan terima. Anda akan semakin dijauhi. Ataupun Anda akan mendapatkan teriakan balik, sebagai balasannya.

Saatnya sekarang, kita coba ciptakan kehidupan yang damai, tanpa harus berteriak-teriak untuk mencapai tujuan kita.

Sumber: Anonymous

Tulisan ini bagus untuk pembelajaran kita semua terutama buat saya pribadi, mudah-mudahan setelah membaca tulisan ini dapat memberikan sedikit pencerahan buat kita semua, Amin.....!!!



Tangerang, 23 May 2008

Minggu, 20 April 2008

Setitik Perubahan

Rating:★★★★
Category:Other
لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته


Tulisan dibawah ini menarik untuk disimak dan saya copy paste dari Kolom Resonansi Koran Republika tanggal 18 April 2008, Menarik karena ada pesan yang berharga yang mempunyai nilai yang sangat tinggi untuk direnungkan yakni " Perubahan ", susuatu yang sangat berat untuk diemban bila kita berada didalam lingkungan yang biasa, rutin dan sudah pasti lalu ada langkah atau policy yang membuat kita harus berubah 180 derajat dimana didalamnya penuh ketidakpastian dan suasana yang baru.......silahkan simak tulisan dibawah....mudah-mudahan ada hikmahnya........!!!

*** **** *****

Kisah kecil itu menghunjam sangat dalam pada ingatan. Seorang yang peduli pendidikan membujuk pedagang siomay. Yang diharapkannya sederhana. Ia hanya minta lelaki separuh baya itu mengizinkan anaknya sekolah. Sang anak lulus SD. Ia ingin melanjutkan ke SMP. Apalagi ada sekolah mandiri yang benar-benar gratis dan diakui pemerintah. Seberapa pun kuat dibujuk, laki-laki itu tetap menggeleng. "Buat apa?" katanya. "Jadi apa nanti setelah sekolah? Lurah sudah ada, camat sudah ada, presiden juga sudah ada."

Kisah itu tersampaikan dalam program 'Cermin' di Radio Delta, Jakarta. Sebuah kisah yang juga memberikan pesan: betapa berat umumnya manusia berubah. Berubah berarti melangkah meninggalkan hal lama menuju hal baru. Berubah berarti meninggalkan 'hal yang sudah pasti' menuju 'hal yang belum pasti'. Sedangkan kebelumpastian, bagi banyak orang, adalah mencemaskan. Bahkan, juga menakutkan. Itu yang membuat banyak orang enggan berubah.

Seorang siswa kelas 10, atau kelas satu SMA, tiba-tiba berbicara soal filsafat pada saya. Tentu filsafat yang dipahaminya. Beberapa bulan terakhir ia sangat tertarik pada pelajaran fisika. Terutama fisika-mekanika. "Dalam mekanika," katanya, "benda statis akan cenderung statis, benda dinamis akan cenderung dinamis." Ia mencoba mengaitkan prinsip itu dengan kehidupan sekelilingnya. Orang-orang aktif disebutnya cenderung semakin aktif. Orang-orang pasif cenderung semakin pasif. Yang dinamis akan semakin dinamis, yang statis akan semakin statis. Pertanyaannya kemudian: kita memilih menjadi bangsa dan umat yang dinamis atau statis? Aktif atau pasif?

Agama memang mengajarkan umat untuk memegang teguh nilai-nilainya. Nilai-nilai itu tetap, tak akan berubah, di masa kapan pun. Dari sisi ini, agama sekilas seperti mengajarkan umatnya untuk pasif-statis. Maka, kebanyakan umat Islam menjadi pasif-statis. Seolah itu seruan agama. Padahal, Muhammad SAW jelas mengajarkan bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Hari ini sama dengan kemarin adalah merugi. Hari ini lebih buruk dari kemarin berarti celaka. Itu seruan agar umat menjadi aktif-dinamis. Semua tahu ajaran itu. Namun, sebagian besar kita cuma menempatkannya sebagai pengetahuan. Bukan menjadi sikap dan tindakan.

Nilai kebenaran agama (Islam) memang mutlak. Statis dan tak akan berubah. Namun, untuk dapat memegang teguh nilai kebenaran yang mutlak itu, umat justru harus aktif-dinamis. Umat harus terus bergerak buat membangun hari ini yang lebih baik dari kemarin. Tanpa menjadi aktif-dinamis, bangsa dan umat ini akan menjadi bangsa dan umat kalah. Berhenti bergerak akan menjadikan kita bangsa dan umat terpinggirkan dan terjajah. Sutan Takdir Alisjahbana mengingatkan itu lewat Polemik Kebudayaan di tahun 1930-an. Sekarang? Zaman semakin menuntut kita berubah.

Ledakan penduduk (terutama dari kalangan miskin) dan keserakahan elite menjadikan dunia ini terasa semakin cepat tua. Daya dukung alam telah meluncur ke titik kritis. Persoalan pangan dan energi mengarah pada kelangkaan serius. Banyak saudara kita yang kini harus antre minyak dan meratapi kenaikan harga pangan sehari-hari. Cuaca makin tak berpola.

Bencana kian sering menimpa. Itu hanya sebagian dari potret perubahan dunia. Perubahan yang mengharuskan semua untuk juga berubah. Hanya dengan berubah kita dapat menghadapi semua keadaan dengan berjaya. Kita dapat berubah karena kita manusia. Kita bukan kura-kura yang akan menyembunyikan kepala saat tak nyaman pada lingkungan.

Kesadaran bahwa bangsa dan umat ini perlu berubah memang mulai tumbuh. Hasil sementara pemilihan gubernur di Jawa Barat menunjukkan itu. Masyarakat ingin kepemimpinan yang lebih segar. Tapi, kebutuhan perubahan bukan hanya dalam kepemimpinan. Hampir semua segi di negeri tercinta ini perlu berubah. Haruskah kita takut berubah bila perubahan itu berlangsung setahap demi setahap dan bukan berupa revolusi? Dengan diwujudkan setitik demi setitik semestinya kita nyaman dengan perubahan. Dengan cara seperti itu, semestinya kita tak cemas menghadapi perubahan. Seperti tukang siomay itu, semestinya ia tak cemas membayangkan apa yang akan terjadi pada anaknya bila sang anak melanjutkan sekolah ke SMP.

Oleh : Zaim Uchrowi
Sumber : http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat_id=19



Tangerang, 20 April 2008

Senin, 24 Maret 2008

Pemahaman Hidup dan Kehidupan


Rating:★★★★
Category:Other
لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته


Pemahaman kita kepada susuatu akan melambungkan pikiran kita jauh diatas batas2 jangkauan yang kita miliki, sehingga pengertian kita akan terbias dalam ruang yang tak terbatas yang menisbihkan pengertian itu sehingga menjadi samar-samar dan kurang focus pada hal2 yang justru jauh lebih kecil yang berada disekeliling kita.

Kalau kita lebih memahami arti dari keimanan yang kita miliki maka semua akan terasa begitu indah, terasa begitu syukur dan terasa begitu luar biasa, tapi bila segala sesuatu diukur berdasarkan parameter dunia maka semua akan terasa kurang, terasa sesaat dan terasa ah kok cuma begini saja.......!!!

Kita yakin dan percaya bahwa " ada hidup sesudah mati " seperti halnya ada siang, sore malam dan seterusnya……, artinya ada sesuatu yg harus kita persiapkan ....persiapan itu hanya pribadi kita yang tahu, sudah seberapa dalam dan sudah seberapa besar keimanan yang kita miliki.......paling lambat perubahan itu dimulai dari 40 dan bila setelah melewati itu maka dia akan terformat seperti tahun2 sebelumnya....hingga ajal membawanya dengan diiringi nyanyian suara yg tidak merdu.

Jalani saja sesuatu, buatlah sesuatu yg memberi arti bagi diri sendiri, keluarga, handai toulan, lingkungan dan hal2 jauh lebih besar dari itu........!! Hindarkanlah sesuatu yg memberikan sesuatu yg bertentangan dengan hati nurani kita....dan SUJUDLAH pada SESUATU yang MEMBERIKAN SESUATU sehingga kita bisa menjalankan kedua hal diatas. Percayalah kita akan tahu dan mengerti makna dari apa yang kita alami…….

Percaya dengan apa yang dipercayai, Yakin dengan apa yang di yakini dan Iman dengan apa yang diimani....adalah sebuah kesadaran yang mengalir dari waktu kewaktu yang melewati deretan peristiwa baik suka ataupun duka.....dan ketika kita telah melewatinya...ada seberkah kesimpulan yang kita dapat ......ibarat air yang mengalir melalui selokan, lalu kesungai dan akhirnya kelaut....ketika sampai dilaut air itu sungguh tak berarti bila dibandingkan dengan yang ada sebelumnya.... Saya/kita bukanlah apa apa.....terlalu kecil untuk diukur dan terlalu tidak ada apa2nya bila dibandingkan denganNYA.

Oretan ini tidaklah bermakna, karena memang ga ada apa2nya.....kalau ada SEDIKIT yang benar mungkin itu semua kerenaNYA, dan kalau ada yang SALAH mohon sudilah kiranya terbuka kata Maaf ..... !!!


dari sesuatu
yg berwujud sesuatu
yang bermakna untuk SESUATU.




Tangerang, 23 Maret 2008

Sabtu, 12 Januari 2008

Kisah tentang Kesetiaan ( Kisah Nyata Pak Suyatno )

Rating:★★★★
Category:Other
لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته



Aqu baca tulisan ini rada terharu juga nich......!!!
Mungkin ada banyak lagi Pak Suyatno.....suyatno yang laen.....kali ya......????
Mungkin ga rekan2 atau saya bisa seperti Pak Suyatno......ya ga perlu seperti beliau lah tapi mendekati gitu.....??? dekat ...dekat......bukan dekat jauh......?????

Peace,


Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usianya sudah senja bahkan sudah mendekati malam. Pak Suyatno, 58 tahun, kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit. Istrinya juga sudah tua. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 4 orang anak. Awal cobaan menerpa:setelah istrinya melahirkan anak keempat. Tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ketiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan faeces & pis, menyuapi dan mengangkat istrinya ke atas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan televisi supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum. Untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia bisa pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa-apa saja yang dia alami seharian.

Walaupun istrinya hanya bisa memandang, tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang. Bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun. Dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan keempat buah hati mereka. Sekarang anak-anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang masih kuliah.

Pada suatu hari keempat anak Pak Suyatno berkumpul di rumah orang tua mereka menjenguk ibunya. Setelah mereka menikah mereka tinggal dengan keluarga masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dialah yang merawat.

Selagi mereka berkumpul, disampaikanlah maksud lain mereka. Dengan kalimat yang hati-hati anak yang sulung berkata, "Pak, kami ingin sekali merawat ibu. Semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu dan tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak. Bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu". Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-katanya "Sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya. Kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini? Kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu bergantian".

Jawaban Pak Suyatno sama sekali tidak diduga anak-anaknya.

"Anak-anakku, jikalau hidup di dunia ini hanya untuk nafsu mungkin bapak akan menikah, tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup. Dia telah melahirkan kalian."

Sejenak kerongkongannya tersekat, "Kalian yang selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini. Kalian menginginkan bapak bahagia. Apakah batin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang?".

"Kalian menginginkan bapak yang masih diberi Allah kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih sakit?"

Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno. Merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno. Dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun televisi swasta untuk menjadi nara sumber di acara islami selepas subuh. Merekapun mengajukan pertanyaan berikut kepada Pak Suyatno: "Kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat istri yang sudah tidak bisa apa-apa?"

Di saat itulah meledak tangis beliau. Tamu-tamu yang hadir di studio yang kebanyakan hadirat perempuan jadi ikut menangis.

Di situlah Pak Suyatno bercerita, "Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta tapi dia tidak mencintai karena Allah; semuanya akan luntur. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu. Sekarang dia sakit berkorban untuk saya karena Allah dan itu merupakan ujian bagi saya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit.! Setiap malam saya bersujud dan menangis dan saya dapat bercerita kepada Allah di atas sajadah dan saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya: bahwa cinta saya kepada istri, saya serahkan padaNya".




Sumber :

---------- Forwarded message ----------
From: Marsel
Date: Jan 11, 2008 10:49 PM
Subject: Kisah tentang Kesetiaan (Kisah Nyata Pak Suyatno)
To: bsd-society@yahoogroups.com

Minggu, 09 Desember 2007

Aku Mencari Sebuah Solusi

Rating:★★★★
Category:Other
لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته



SEHARI selembar benang, setahun sehelai kain. Usaha yang dilakukan dengan tekun, sabar, dan tawakal, kendati kecil, lama-lama akan membuahkan hasil yang membahagiakan.

**

MINGGU ini Pengasuh menuturkan kisah sedih seorang wanita cantik. Walau ia merasa nasibnya tidak (belum) seelok wajahnya. Banyak onak duri menghadang hidupnya. Cobaan demi cobaan datang silih berganti, hingga kini ia merasa benar-benar terpuruk dipermainkan nasib. Namun, wanita muda bernama Ny. Titih Sariwanti (39 tahun) ini, tetap tegar, berusaha bangkit, dan bangkit lagi.

"Saya dilahirkan 39 tahun lalu di salah satu kota kecil. Saya diberi nama yang indah, dengan harapan kelak menjadi wanita utama yang memancarkan cahaya aura dari lubuk hati yang paling dalam. Ayah seorang abdi negara yang jujur, ibu seorang wanita bijaksana yang begitu pandai mengelola keluarga sebagai ibu rumah tangga yang baik. Kami hidup dalam suasana tentram dan damai, penuh kebahagiaan.

Musibah pertama hadir saat saya masih sangat muda, di usia balita. Waktu itu saya menderita demam tinggi. Dengan penuh rasa khawatir Ibu dan Ayah membawa saya kepada seorang mantri. Saya diobatinya. Namun, esok lusanya demam tinggi tak juga turun. Karena khawatir, kedua orang tua saya membawa putrinya ke rumah sakit. Di sini pun, saya mendapat suntikan. Betapa kagetnya ketika esok harinya saya terbangun dari tidur. Kaki saya lemah sekali, tak bisa digerakkan, alias lumpuh.

Betapa hancurnya hati kedua orang tua saya menerima kenyataan putri yang dicintainya harus menderita. Nasib tragis yang saya alami sangat menyayat hati beliau berdua. Walaupun demikian, Ayah dan Ibu tidak pernah menuntut tenaga medis yang sudah menyuntik saya. Ayah bilang beliau menyuntik saya, tentu dengan ikhtikad menyembuhkan saya, tidak untuk mencelakainya.

Kalau kemudian hasilnya di luar keinginan, ini semuanya kami terima sebagai suratan takdir Illahi. Ayah dan Ibu tidak pernah putus asa, membawa saya ke tempat-tempat yang kata orang bisa menyembuhkan kelumpuhan ini.

Bertahun-tahun dengan penuh kesabaran dan ketawakalan, Ayah dan Ibu terus mengobati saya. Atas kemurahan Allah SWT, upaya dan doa Ayah-Ibu membuahkan hasil. Kaki kiri saya mulai bisa digerakkan. Kami bersyukur walau kaki kanan saya sampai sekarang tetap lemah tak bisa digerakkan. Setiap akan melakukan aktivitas, saya selalu menggunakan sepatu besi agar kaki kanan bisa dipakai berjalan.

Saya bersyukur dilahirkan dari orang tua yang soleh dan solehah. Beliau berdua selalu mengobarkan semangat hidup saya. Atas bimbingannya yang penuh perhatian, disiplin, dan kasih sayang penuh kelembutan, saya tumbuh menjadi anak yang percaya diri.

Selama menjadi murid sekolah dasar, saya selalu menjadi juara kelas. Sayang sekali ketika hidup ini begitu penuh kebahagiaan, cobaan kedua datang terasa begitu cepat. Di umurku yang ketiga belas, Ayah menderita sakit. Walau beliau berupaya mencari kesembuhan, namun ajal keburu datang menjemput. Ayah wafat setelah selama beberapa bulan sakit.

Setelah itu, Ibu juga mulai nampak kuyu dan lemah, hanya beberapa bulan setelah Ayah wafat. Ibu menyusul menghadap Illahi, tepat setahun setelah Ayah berpulang. Tinggallah kami berdua menghadapi hidup yang keras ini. Dengan uang pensiunan Ayah, kami berdua bisa berhasil menyelesaikan SMA.

Beberapa tahun setelah saya menyelesaikan SMA, bertemu dengan seorang pria. Di kemudian hari, pria itu menjadi ayah dari anak-anak saya. Dia sangat baik, seperti Ayah. Cinta dan kasih sayangnya terasa begitu tulus. Kelahiran anak-anak kami menambah kebahagiaan ini. Rasanya sempurnalah sudah hidup saya.

Walaupun selama pernikahan, saya mengalami cobaan demi cobaan, namun semuanya saya syukuri, karena kami sanggup mengatasinya. Anak-anak kami, dilahirkan melalui operasi caesar, karena fisik saya tak mungkin kuat melahirkan secara normal. Kesetiaan dan kasih sayang suami memberi kekuatan pada saya saat-saat melahirkan dengan susah payah.

Usaha suami saya mulanya dari berdagang makanan pokok. Namun, kemudian ia melihat ada peluang baik dalam bidang lain. Kami beralih profesi, setelah ia mengikuti berbagai kursus masalah grafika. Ia diterima bekerja di sebuah perusahaan dengan gaji relatif kecil. Akhirnya suami memutuskan untuk membuka usaha sendiri di rumah.

Dari mulai punya seorang pelanggan, usaha kami berkembang, hingga bisa menggaji beberapa orang karyawan. Ketika usaha ini sedang berkembang bagus, datanglah cobaan yang menyebabkan kami terpuruk hingga hari ini. Suatu ketika pesanan datang begitu melimpah, hingga kami perlu modal banyak. Kami meminjam modal dari seorang teman, dengan bunga cukup besar. Kami terima saja walaupun terasa akan berat membayar bunganya. Hanya itu yang bisa kami ambil, karena tak punya sesuatu yang bisa dijadikan jaminan, bila meminjam ke tempat lain. Yang penting semua pesanan bisa selesai tepat waktu.

Sejak bulan pertama sampai dua tahun kemudian, saya bisa memberikan jasa yang cukup tinggi kepadanya. Namun lama-lama, jasanya itu terasa mencekik leher, saat orderan banyak yang tidak tepat waktu membayar tagihannya. Karena banyak pemesan yang terlambat membayar, sementara peminjam modal harus tetap menerima jasa tepat waktu, kami terpaksa pinjam sana pinjam sini untuk menutupinya.

Rupanya Allah SWT tidak merestui cara usaha kami yang menggunakan riba terlalu tinggi, akhirnya kami mendapat cobaan berat. Perlahan-lahan, hasil usaha habis dipakai membayar jasa. Bahkan seluruh aset perusahaan yang secara mencicil kami beli, satu satu terjual. Tak terkecuali, rumah yang kami diami dan kendaraan yang kami tumpangi. Bahkan suami pun terpaksa terjerat hukum, karena dianggap lalai membayar kewajiban utang.

Ia terpaksa berpisah dengan kami untuk waktu yang telah ditentukan hukum. Atas kemurahan Allah SWT, masih ada teman lama yang berbaik hati mengizinkan kami sekeluarga mengisi rumahnya. Untuk makan sehari-hari, saya jualan nasi kuning dan rebus mi, di depan rumah milik teman saya. Alhamdulillah, masih banyak teman yang bersimpati pada kami, dengan memberi bantuan moril materiil.

Yang kini menjadi beban saya, andai suami sudah bebas, saya ingin ia bisa bekerja lagi. Ia sangat cerdas dan pandai dalam urusan grafika. Kini beban utang saya begitu besar, entah dari mana harus mengembalikannya. Andai ada yang bersedia memberi pinjaman tanpa bunga, Insya Allah saya akan mencicilnya semampu saya.

Saya harus bangkit kembali, tidak mau berputus asa. Hanya kepada-Mu hamba memohon pertolongan, ya Allah," ujarnya mengakhiri curahan hatinya. ***

Dari Pengasuh:
* PAGUYUBAN Insan Mandiri (PIM), hari ini, 9 Desember 2007, pukul 10.00 WIB mengadakan pertemuan rutin bulanannya. Kali ini di Cafe Braga, Jalan Braga Bandung. Selain acara saling berbagi rasa dan temu kangen, juga ada beberapa hiburan. Para anggota atau calon anggota yang ingin mengikutinya, bisa langsung ke tempat acara berlangsung, dengan terlebih dahulu menemui Ibu Nien atau Ibu Euis.


Diasuh oleh Aam Amilia

Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/

Sabtu, 20 Oktober 2007

Sekolah Hidup Susah

Rating:★★★★
Category:Other
لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Tulisan ini dikutip dari Harian Kompas Sabtu Tanggal 20 Oktober 2007 yang ditulis Oleh : Handrawan Nadesul.

Mudah-mudahan bermanfaat buat kita yang membacanya, sehingga dapat kita aplikasikan hal-hal yang positif buat perkembangan anak-anak kita, amin....!!

Salam,




Untuk menjadi kaya, semua orang bisa instan melakoni. Namun, tidak siapa saja siap menjadi orang susah.

Orang miskin baru kian banyak. Penganggur baru menambah bengkak angka kemiskinan. Bisa jadi, itu sebabnya, selain angka bunuh diri tinggi, tiga dari sepuluh orang Indonesia tercatat terganggu jiwanya.

Tidak siap hidup susah berisiko sakit jiwa. Ada cara sederhana menekan risiko sakit jiwa. Sejak kecil anak dibuat tahan banting. Ketahanan jiwa anak harus dibangun. Untuk itu, jiwa butuh "imunisasi".

Menerima kenyataan

Sejak kecil anak diajar lebih membumi. Yang gagal kaya rela menerima kenyataan. Yang belum pernah hidup susah diajar prihatin sedari kecil. Kendati kecukupan, tidak semua yang anak minta perlu diberi. Anak dilatih merasakan kegagalan.

Tugas orangtua dan guru mengajak anak berempati pada kesusahan orang lain. Hidup tak luput dari berbagai stresor. Tak semua stresor jelek. Supaya jiwa tahan banting, stresor dibutuhkan. Anak perlu mengalami seperti apa tekanan hidup, konflik, kegagalan, rasa kecewa, dan krisis dalam hidup. Seperti vaksin, biasakan anak memikul aneka stresor yang bikin jiwanya kebal seandainya kelak hidupnya susah.

Tanpa dilatih hidup susah, anak yang terbiasa hidup berkecukupan tak tahan banting. Lebih banyak orang sukses lahir bukan dari keluarga kecukupan. Hidup prihatin membuat jiwa tegar bertahan melawan kesusahan. Hidup susah membangun mimpi ingin lepas dari rasa kapok menjadi orang susah. Demi mengubah mimpi jadi kenyataan, spirit kerja keras pun dipecut.

Einstein percaya, untuk sukses diperlukan lima persen otak, selebihnya keringat (perspirasi). Spirit kerja keras menjadi milik orang yang tak pernah puas pada prestasi yang diraih. Seperti bangsa Troya dulu, pembangunan Jepang dan Korea lebih pesat ketimbang bangsa sepantar karena memiliki "virus" n-Ach (need-for-Achievement) yang tinggi.

"Virus" n-Ach bisa ditularkan kepada anak lewat asuhan dan pendidikan. Bacaan memuat nilai kehidupan, termasuk mendongeng, pendidikan berdisiplin, dan keteladanan orang lebih tua. Itu modul-modul kehidupan agar anak tahu juga hidup susah.

Jiwa getas

Kebiasaan meloloh anak dengan kelimpahruahan tidak melatih anak merasakan gagal, kecewa, rasa ditekan, rasa konflik, atau rasa krisis. Tanpa tempaan stresor, jiwa getas. Jika jiwa getas, orang rentan stres. Bila tak terlatih hidup berdamai dengan stres, hidup berisiko gagal andai harus jatuh miskin.

Tak ada sekolah yang mengajarkan menjadi orang miskin. Tak pula ada kursus memampukan anak terbiasa hidup berdamai dengan stres. Yang bisa kita lakukan adalah mengasuh dan mendidik anak tahan banting. Mandat itu harus ada di pundak setiap orangtua.

Tidak semua anak kecukupan pernah mengalami stresor. Dalam pendidikan modern, anak sengaja dihadapkan pada stresor buatan. Ada pelatihan diam-diam, dalam suasana berkemah atau outbound diciptakan situasi krisis. Mobil sengaja dibuat mogok di tengah hutan pada malam hari, atau kehabisan makanan selagi camping.

Dihadang stresor buatan, anak dilatih bagaimana bereaksi, beradaptasi, agar mampu lolos dari rasa panik, rasa takut, rasa tidak enak berada dalam situasi darurat. Ini bagian dari upaya membuat kebal jiwa anak. Bila jiwa tak tahan banting, sontekan stres kecil mungkin diatasi dengan bunuh diri. Kini semakin banyak kasus bunuh diri hanya karena alasan enteng. Gara-gara ditinggal pacar, tidak naik kelas, sebab jiwa tak terlatih memikulnya. Maka jiwa perlu digembleng.

Kerja keras

Menggembleng berarti menunjukkan rasa arah hidup prihatin, selain berdisiplin. Hidup berdisiplin berarti menjunjung tinggi kebenaran, memikul tanggung jawab, kerja keras, serta mampu menunda kepuasan.

Menunda kepuasan bentuk keunggulan sebuah bangsa. Bangsa unggul memiliki "virus" n-Ach tinggi. Anak yang diasuh dan dididik dengan nilai-nilai "virus" n-Ach, menyimpan bekal sukses. Itu kelihatan, misalnya, dari cara makan. Anak dengan n-Ach tinggi menyisihkan yang enak dimakan belakangan, yang tidak enak dimakan dulu. Tugas berat dikerjakan dulu, yang enteng belakangan. Bersakit-sakit dulu bersenang-senang kemudian menjadi kredo bangsa yang sukses.

Agar tahu hidup susah, anak diajak memahami bahasa hidup bukan uang semata. Tak semua semerbak kehidupan bisa dipetik dengan uang. Kebahagiaan tertinggi hanya terpetik setelah orang mampu merasa bersyukur meski cuma menjadi orang biasa (mengutip Gede Prama).

Sukses hidup sejati tak mungkin terpetik instan. Jiwa potong kompas, ingin lekas kaya, tumbuh dari budaya instan. Bukan rasa arah yang benar saja yang perlu ditanamkan saat membesarkan anak, tetapi harus benar pula menempuhnya di mata Tuhan.

Anak disiapkan menjadi insan linuwih (terinternalisasi penuh superegonya) dengan cara mengempiskan egonya sekecil mungkin. Rekayasa sosial (social engineering) diperlukan dengan menyuntikkan "vaksin" hidup prihatin. Perlu pula penyubur superego agar kendati hidup susah masih merasa bahagia.

Hanya bila bibit linuwih dipupuk sejak kecil, sekiranya hidup susah tak tergoda memilih serong. Kendati tak banyak harta, uang, atau kuasa, ke arah mana pun hidup memandang, merasa tetap "kaya". Mampu legawa, bersyukur, dan merasa berbahagia sudah pula meraih Oscar kehidupan, kendati mungkin hanya menjadi orang biasa.

HANDRAWAN NADESUL Dokter, Penulis Buku, Pengasuh Rubrik Kesehatan

Sumber : http://www.kompas.co.id/