Minggu, 09 Desember 2007

Aku Mencari Sebuah Solusi

Rating:★★★★
Category:Other
لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته



SEHARI selembar benang, setahun sehelai kain. Usaha yang dilakukan dengan tekun, sabar, dan tawakal, kendati kecil, lama-lama akan membuahkan hasil yang membahagiakan.

**

MINGGU ini Pengasuh menuturkan kisah sedih seorang wanita cantik. Walau ia merasa nasibnya tidak (belum) seelok wajahnya. Banyak onak duri menghadang hidupnya. Cobaan demi cobaan datang silih berganti, hingga kini ia merasa benar-benar terpuruk dipermainkan nasib. Namun, wanita muda bernama Ny. Titih Sariwanti (39 tahun) ini, tetap tegar, berusaha bangkit, dan bangkit lagi.

"Saya dilahirkan 39 tahun lalu di salah satu kota kecil. Saya diberi nama yang indah, dengan harapan kelak menjadi wanita utama yang memancarkan cahaya aura dari lubuk hati yang paling dalam. Ayah seorang abdi negara yang jujur, ibu seorang wanita bijaksana yang begitu pandai mengelola keluarga sebagai ibu rumah tangga yang baik. Kami hidup dalam suasana tentram dan damai, penuh kebahagiaan.

Musibah pertama hadir saat saya masih sangat muda, di usia balita. Waktu itu saya menderita demam tinggi. Dengan penuh rasa khawatir Ibu dan Ayah membawa saya kepada seorang mantri. Saya diobatinya. Namun, esok lusanya demam tinggi tak juga turun. Karena khawatir, kedua orang tua saya membawa putrinya ke rumah sakit. Di sini pun, saya mendapat suntikan. Betapa kagetnya ketika esok harinya saya terbangun dari tidur. Kaki saya lemah sekali, tak bisa digerakkan, alias lumpuh.

Betapa hancurnya hati kedua orang tua saya menerima kenyataan putri yang dicintainya harus menderita. Nasib tragis yang saya alami sangat menyayat hati beliau berdua. Walaupun demikian, Ayah dan Ibu tidak pernah menuntut tenaga medis yang sudah menyuntik saya. Ayah bilang beliau menyuntik saya, tentu dengan ikhtikad menyembuhkan saya, tidak untuk mencelakainya.

Kalau kemudian hasilnya di luar keinginan, ini semuanya kami terima sebagai suratan takdir Illahi. Ayah dan Ibu tidak pernah putus asa, membawa saya ke tempat-tempat yang kata orang bisa menyembuhkan kelumpuhan ini.

Bertahun-tahun dengan penuh kesabaran dan ketawakalan, Ayah dan Ibu terus mengobati saya. Atas kemurahan Allah SWT, upaya dan doa Ayah-Ibu membuahkan hasil. Kaki kiri saya mulai bisa digerakkan. Kami bersyukur walau kaki kanan saya sampai sekarang tetap lemah tak bisa digerakkan. Setiap akan melakukan aktivitas, saya selalu menggunakan sepatu besi agar kaki kanan bisa dipakai berjalan.

Saya bersyukur dilahirkan dari orang tua yang soleh dan solehah. Beliau berdua selalu mengobarkan semangat hidup saya. Atas bimbingannya yang penuh perhatian, disiplin, dan kasih sayang penuh kelembutan, saya tumbuh menjadi anak yang percaya diri.

Selama menjadi murid sekolah dasar, saya selalu menjadi juara kelas. Sayang sekali ketika hidup ini begitu penuh kebahagiaan, cobaan kedua datang terasa begitu cepat. Di umurku yang ketiga belas, Ayah menderita sakit. Walau beliau berupaya mencari kesembuhan, namun ajal keburu datang menjemput. Ayah wafat setelah selama beberapa bulan sakit.

Setelah itu, Ibu juga mulai nampak kuyu dan lemah, hanya beberapa bulan setelah Ayah wafat. Ibu menyusul menghadap Illahi, tepat setahun setelah Ayah berpulang. Tinggallah kami berdua menghadapi hidup yang keras ini. Dengan uang pensiunan Ayah, kami berdua bisa berhasil menyelesaikan SMA.

Beberapa tahun setelah saya menyelesaikan SMA, bertemu dengan seorang pria. Di kemudian hari, pria itu menjadi ayah dari anak-anak saya. Dia sangat baik, seperti Ayah. Cinta dan kasih sayangnya terasa begitu tulus. Kelahiran anak-anak kami menambah kebahagiaan ini. Rasanya sempurnalah sudah hidup saya.

Walaupun selama pernikahan, saya mengalami cobaan demi cobaan, namun semuanya saya syukuri, karena kami sanggup mengatasinya. Anak-anak kami, dilahirkan melalui operasi caesar, karena fisik saya tak mungkin kuat melahirkan secara normal. Kesetiaan dan kasih sayang suami memberi kekuatan pada saya saat-saat melahirkan dengan susah payah.

Usaha suami saya mulanya dari berdagang makanan pokok. Namun, kemudian ia melihat ada peluang baik dalam bidang lain. Kami beralih profesi, setelah ia mengikuti berbagai kursus masalah grafika. Ia diterima bekerja di sebuah perusahaan dengan gaji relatif kecil. Akhirnya suami memutuskan untuk membuka usaha sendiri di rumah.

Dari mulai punya seorang pelanggan, usaha kami berkembang, hingga bisa menggaji beberapa orang karyawan. Ketika usaha ini sedang berkembang bagus, datanglah cobaan yang menyebabkan kami terpuruk hingga hari ini. Suatu ketika pesanan datang begitu melimpah, hingga kami perlu modal banyak. Kami meminjam modal dari seorang teman, dengan bunga cukup besar. Kami terima saja walaupun terasa akan berat membayar bunganya. Hanya itu yang bisa kami ambil, karena tak punya sesuatu yang bisa dijadikan jaminan, bila meminjam ke tempat lain. Yang penting semua pesanan bisa selesai tepat waktu.

Sejak bulan pertama sampai dua tahun kemudian, saya bisa memberikan jasa yang cukup tinggi kepadanya. Namun lama-lama, jasanya itu terasa mencekik leher, saat orderan banyak yang tidak tepat waktu membayar tagihannya. Karena banyak pemesan yang terlambat membayar, sementara peminjam modal harus tetap menerima jasa tepat waktu, kami terpaksa pinjam sana pinjam sini untuk menutupinya.

Rupanya Allah SWT tidak merestui cara usaha kami yang menggunakan riba terlalu tinggi, akhirnya kami mendapat cobaan berat. Perlahan-lahan, hasil usaha habis dipakai membayar jasa. Bahkan seluruh aset perusahaan yang secara mencicil kami beli, satu satu terjual. Tak terkecuali, rumah yang kami diami dan kendaraan yang kami tumpangi. Bahkan suami pun terpaksa terjerat hukum, karena dianggap lalai membayar kewajiban utang.

Ia terpaksa berpisah dengan kami untuk waktu yang telah ditentukan hukum. Atas kemurahan Allah SWT, masih ada teman lama yang berbaik hati mengizinkan kami sekeluarga mengisi rumahnya. Untuk makan sehari-hari, saya jualan nasi kuning dan rebus mi, di depan rumah milik teman saya. Alhamdulillah, masih banyak teman yang bersimpati pada kami, dengan memberi bantuan moril materiil.

Yang kini menjadi beban saya, andai suami sudah bebas, saya ingin ia bisa bekerja lagi. Ia sangat cerdas dan pandai dalam urusan grafika. Kini beban utang saya begitu besar, entah dari mana harus mengembalikannya. Andai ada yang bersedia memberi pinjaman tanpa bunga, Insya Allah saya akan mencicilnya semampu saya.

Saya harus bangkit kembali, tidak mau berputus asa. Hanya kepada-Mu hamba memohon pertolongan, ya Allah," ujarnya mengakhiri curahan hatinya. ***

Dari Pengasuh:
* PAGUYUBAN Insan Mandiri (PIM), hari ini, 9 Desember 2007, pukul 10.00 WIB mengadakan pertemuan rutin bulanannya. Kali ini di Cafe Braga, Jalan Braga Bandung. Selain acara saling berbagi rasa dan temu kangen, juga ada beberapa hiburan. Para anggota atau calon anggota yang ingin mengikutinya, bisa langsung ke tempat acara berlangsung, dengan terlebih dahulu menemui Ibu Nien atau Ibu Euis.


Diasuh oleh Aam Amilia

Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/

4 komentar:

.::. ferry alayn .::. mengatakan...

la hawla wala quwata illa billah

Papanya Inez GP mengatakan...

Iya ya,....kalau baca itu tulisan....sepertinya kita termasuk orang yang beruntung.......!!
Ya, berikan kekutan kepadanya....jgn berikan cobaan melebihi kemampuannya, Amin.....!!!

Tripleme SetiaOnline mengatakan...

artikel lama ya.. tapi rasanya kena banget ke saya :(
kejadiannya hampir sama, terjerat riba yang super tinggi.. gali lubang .. dan tidak bisa menutup lubang..astaghfirullah...

Papanya Inez GP mengatakan...

Dalam posisi sulit, kita kadang dituntut untuk kreatif dan memaksimalkan segala daya dan upaya untuk lepas dari kesulitan tersebut.....namun kita kadang hanya memindahkan masalah ke masalah lainnya.....mudah2an ngak terulang....semoga riba dan lintah darat dijauhkan dari keluarga kita.....amin...