Selasa, 27 Januari 2009

Dahlan Iskan : Tionghoa, Dulu dan Sekarang


Bagian Pertama

Hollands Spreken, Peranakan, dan Totok

Waktu itu belum ada negara yang disebut Indonesia, atau Malaysia, atau Singapura. Tiga negara itu masih jadi satu kesatuan wilayah ekonomi dan budaya. Kalau ada orang dari Tiongkok yang mau merantau ke wilayah itu, apa istilahnya? Tentu tidak ada istilah "mau pergi ke Indonesia". Atau "mau pergi ke Malaysia". Mereka menyebutkan dengan satu istilah dalam bahasa Mandarin: xia nan yang. Artinya, kurang lebih, turun ke laut selatan.

Wilayah yang disebut "nan yang" itu bukan satu kesatuan dan bukan pula satu tempat tertentu. Kalau ditanya xia nan yang-nya ke mana? Barulah ditunjuk satu nama tempat yang lebih spesifik. Misalnya, akan ke Ji Gang (maksudnya Palembang). Mereka tidak tahu nama Palembang, tapi nama Ji Gang terkenalnya bukan main. Maklum, Ji Gang adalah salah kota terpenting yang harus didatangi misi Laksamana Cheng He (Cheng Ho). Ji Gang (artinya pelabuhan besar) memang jadi tempat tujuan utama siapa pun yang xia nan yang.

Kalau tidak ke Ji Gang, mereka memilih ke San Bao Long. Maksudnya: Semarang. Atau ke San Guo Yang, maksudnya Singkawang. Atau ke Ye Chen, maksudnya Jakarta. Atau Wan Long, maksudnya, Bandung. Mereka tidak tahu nama-nama kota di wilayah nan yang seperti nama yang dikenal sekarang. Semua kota dan tempat yang mereka tuju bernama Mandarin.

Gelombang xia nan yang itu sudah terjadi entah berapa ratus tahun lalu, bahkan ribu tahun lalu. Bahkan, saya tidak tahu mana nama yang digunakan lebih dulu: Palembang atau Ji Gang. Pontianak atau Kun Tian. Surabaya atau Si Shui. Banjarmasin atau Ma Chen. Migrasi itu berlangsung terus, sehingga ada orang Tionghoa yang sudah ratusan tahun di wilayah nan yang, ada juga yang baru puluhan tahun. Waktu kedatangan mereka yang tidak sama itulah salah satu yang membedakan antara satu orang Tionghoa dan Tionghoa lainnya.

Maka, masyarakat Tionghoa di Indonesia pernah terbagi dalam tiga golongan besar: totok, peranakan, dan hollands spreken. Yang tergolong totok adalah mereka yang baru satu turunan di Indonesia (orang tuanya masih lahir di Tiongkok) atau dia sendiri masih lahir di sana. Lalu ketika masih bayi diajak xia nan yang. Yang disebut peranakan adalah yang sudah beberapa keturunan lahir di tanah yang kini bernama Indonesia. Sedangkan yang hollands spreken adalah yang -di mana pun lahirnya- menggunakan bahasa Belanda, mengenakan jas dan dasi, kalau makan pakai sendok dan garpu, dan ketika Imlek tidak mau menghias rumah dengan pernik-pernik yang biasa dipergunakan oleh peranakan maupun totok..

Yang peranakan umumnya bekerja di sektor pertanian, perkebunan, dan perdagangan. Mereka berbahasa Jawa, Minang, Sunda, Bugis, dan bahasa di mana mereka tinggal. Mereka menyekolahkan anaknya juga tidak harus di sekolah Tionghoa.

Saya pernah menghadiri peringatan 50 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) Bandung di Hongkong yang diselenggarakan masyarakat Hongkong kelahiran Bandung. Meski sudah puluhan tahun bukan lagi WNI, tapi di pertemuan itu hampir semua bicara dalam bahasa Sunda.

Yang hollands spreken umumnya menjadi direktur dan manajer perusahaan besar yang waktu itu semuanya memang milik Belanda. Atau jadi pengacara, notaris, akuntan, dan profesi sejenis itu yang umumnya memang memerlukan keterampilan bahasa Belanda. Ini karena mereka harus melayani keperluan dalam sistem hukum yang berbahasa Belanda dengan aparatur yang juga orang Belanda.

Sedang yang totok, umumnya menjadi penjual jasa dan pedagang kelontong. Lalu jadi pemilik bengkel kecil. Lama-kelamaan mereka inilah yang memiliki pabrik-pabrik.

Karena kesulitan berbahasa (Belanda, Indonesia, maupun bahasa daerah) golongan totok menjadi "tersingkir" dari pergaulan formal yang umumnya menggunakan tiga bahasa itu.

Sebagai golongan yang terpinggirkan, orang totok harus bekerja amat keras untuk bisa bertahan hidup. Pada mulanya mereka tidak bisa bekerja di pabrik karena tidak "nyambung" dengan bahasa di pabrik. Mereka juga tidak bisa bertani karena untuk bertani memerlukan hak atas tanah. Mereka hanya bisa berdagang kelontong dari satu kampung ke kampung lain dan dari satu gang ke gang yang lain. Kalau toh mencari uang dari pabrik, bukan secara langsung namun hanya bisa berjualan di luar pagarnya: menunggu karyawan pabrik bubaran kerja.

Golongan peranakan lebih kaya, tapi status sosialnya masih kelas dua. Status sosial tertinggi adalah golongan hollands spreken. Sedangkan status sosial terendah adalah totok. Anak-anak golongan hollands spreken umumnya harus kawin dengan yang hollands spreken. Yang peranakan dengan peranakan. Demikian pula yang totok dengan totok. "Kalau kamu kawin sama anak totok, nanti kamu makan pakai sumpit," kata-kata orang tua si hollands spreken. "Kalau kawin dengan peranakan, nanti kamu makan pakai tangan."

Sedangkan orang totok biasa menghalangi anaknya kawin dengan hollands spreken dengan kata-kata, "Kamu nanti jadi orang yang tidak tahu adat." Atau, "tidak mau lagi menghormati leluhur."

Yang hollands spreken umumnya menyekolahkan anaknya di sekolah berbahasa Belanda. Atau mengirim anak mereka ke Holland atau Jerman. Yang peranakan mengirim anaknya ke sekolah terdekat, termasuk tidak masalah kalau harus ke sekolah negeri. Yang totok menyekolahkan anaknya ke sekolah berbahasa Tionghoa. Semua itu terjadi dulu.

Bagian kedua

Tionghoa Bersambut, Bagaimana Yin Ni Hua Ren?

Zaman berubah. Bahkan, setelah kejatuhan Orde Baru, perubahan itu begitu drastisnya, sehingga terasa terlalu tiba-tiba. Belum pernah orang Tionghoa mendapat posisi sosial-politik sehebat sekarang. Sampai akhir Orde Baru pun, kita tidak akan menyangka bahwa kita bisa berubah sedemikian hebat.

Memang terlalu banyak orang Tionghoa yang jadi ''tumbal'' untuk perubahan itu. Yakni, mereka yang menjadi korban peristiwa Mei 1998 di Jakarta yang jadi awal ''zaman baru'' bagi Tionghoa Indonesia itu.

Tapi, juga terlalu banyak untuk disebutkan jasa pejuang demokrasi seperti Amien Rais, Gus Dur, dan seterusnya, yang meski secara khusus perjuangan dan pengorbanan mereka tidak dimaksudkan untuk membela golongan Tionghoa, tapi hasil perjuangan itu secara otomatis ikut mengangkat posisi sosial-politik masyarakat Tionghoa menjadi sejajar dengan suku apa pun di Indonesia.

Kini, pada zaman baru ini, penggolongan lama ''totok, peranakan, dan Hollands spreken'' sama sekali tidak relevan lagi. Bukan saja tidak relevan, bahkan memang sudah hilang dengan sendirinya. Kawin-mawin antartiga golongan itu sudah tidak ada masalah sama sekali. Status sosial tiga golongan tersebut juga sudah tidak bisa dibedakan. Jenis pekerjaan dan profesi di antara mereka juga sudah campur-baur. Membedakan berdasar di mana sekolah anak-anak mereka juga sudah tidak berlaku.

Berkat demokrasi, pembedaan berdasar apa pun tidak relevan lagi. Bahkan, pembedaan model lama antara hua ren dan penti ren tidak boleh lagi. Tapi, bukan berarti tidak ada masalah. Misalnya, dalam zaman baru ini, bagaimana harus mengidentifikasikan dan menyebut hua ren?

Saya pernah menghadiri satu seminar yang diadakan INTI di Jakarta. Dalam forum itu, antara lain, disinggung soal bagaimana harus menyebut orang Tionghoa di Indonesia dalam bahasa Mandarin. Kalau panggilan nonpribumi sudah tidak relevan dan seperti kelihatan antidemokrasi, lantas kata apa yang bisa dipakai untuk menyebutnya dalam bahasa Mandarin?

Dalam bahasa Indonesia, semua sudah seperti sepakat bahwa sebutan Tionghoa adalah yang paling menyenangkan. Tionghoa sudah berarti ''orang dari ras cina yang memilih tinggal dan menjadi warga negara Indonesia''. Kata Tionghoa sudah sangat enak bagi suku cina tanpa terasa ada nada, persepsi, dan stigma mencina-cinakan. Kata Tionghoa sudah sangat pas untuk pengganti sebutan ''nonpri'' atau ''cina''.

Saya sebagai ''juawa ren'' (meski xian zai wo de xin shi hua ren de xin) semula agak sulit memberi penjelasan kepada pembaca mengapa menyebut ''cina'' tidak baik? Apa salahnya? Luar biasa banyaknya pertanyaan seperti itu. Terutama sejak Jawa Pos Group selalu menulis Tionghoa untuk mengganti kata nonpri atau cina.

Jawa Pos memang menjadi koran pertama di Indonesia yang secara sadar mengambil kebijaksanaan tersebut. Memang ada yang mencela dan mencibir bahwa Jawa Pos tidak ilmiah. Juga tidak mendasarkan kebijakan itu pada kenyataan yang hidup di masyarakat, yakni bahwa semua orang sudah terbiasa menyebut kata ''cina''. Mengapa harus diubah-ubah?

Saya tidak bisa menjawab dengan alasan bahwa kata cina itu terasa ''menyudutkan'' dan ''menghinakan''. Mereka akan selalu bilang bahwa ''kami tidak merasa seperti itu''. Atau, mereka akan mengatakan ''Ah, itu mengada-ada''. Bahkan, ada yang bilang, ''Kok kita tidak ada yang tahu ya bahwa sebutan cina itu melecehkan''.

Memang, kenyataannya sebenarnya seperti itu. Tapi, juga tidak mengada-ada bahwa golongan Tionghoa merasa seperti itu. Setidaknya sebagian di antara mereka yang lama-lama menjadi mayoritas di antara mereka. Yakni, sejak awal Orde Baru, sejak ada desain dari penguasa waktu itu bahwa penyebutan kata ''cina'' bukan lagi untuk identifikasi ras saja, tapi juga untuk ''menyudutkan'' ras tersebut. Yakni, untuk ''mencina-cinakan'' mereka dalam konotasi yang semuanya jelek.

Tentu, tidak semua orang Tionghoa tahu itu. Bahkan, banyak orang Tionghoa yang mengatakan ketika dipanggil ''cina'' juga tidak merasa apa-apa. Lebih dari itu, kata Tionghoa berasal dari bahasa daerah di Provinsi Fujian-Guangdong dan sekitarnya.

Lalu, bagaimana dengan orang ''cina'' yang dulunya berasal dari luar wilayah itu? Tapi, adanya latar belakang pencina-cinaan itulah akhirnya yang membuat umumnya orang Tionghoa dari mana pun asal-usulnya dulu ikut tahu dan merasakan penyudutan tersebut.

Lalu, bagaimana saya bisa menjelaskan kepada pembaca koran Jawa Pos Group agar bisa menerima istilah Tionghoa sebagai pengganti ''cina''? Terutama bagaimana saya bisa meyakinkan para redaktur dan wartawan di semua koran Jawa Pos Group (tentu tidak mudah karena kami memiliki sekitar 100 koran di seluruh Indonesia) yang semula juga sulit diajak mengerti?

Untuk ini, saya harus mengucapkan terima kasih kepada pemimpin INTI, khususnya Eddy Lembong yang sangat cerdas itu. Entah bagaimana, Eddy Lembong bisa menemukan adanya salah satu ayat dalam ajaran Islam yang kalau diterjemahkan artinya begini: ''Panggillah seseorang itu dengan panggilan yang mereka sendiri senang mendengarnya''.

Ini dia. Saya dapat kuncinya. Saya dapat magasin berikut pelurunya. Maka, saya pun menjelaskan bahwa tidak ada orang ''cina'' yang tidak suka kalau dipanggil Tionghoa. Sebaliknya, banyak orang Tionghoa yang tidak senang kalau dipanggil ''cina''. Dengan logika itu, apa salahnya kita menuruti ayat dalam ajaran Islam tersebut dengan memberikan panggilan yang menyenangkan bagi yang dipanggil?

Mengapa kita harus memanggil ''si gendut'' untuk orang gemuk atau ''si botak'' terhadap orang yang tidak berambut, meski kenyataannya demikian? Atau, kita memanggil dengan ''si kerbau'' meski dia memang terbukti bodoh?

Kini, setelah lebih dari delapan tahun Jawa Pos Group menggunakan istilah Tionghoa, rasanya sudah lebih biasa. Juga lebih diterima.

Yang masih sulit adalah justru bagaimana orang Tionghoa Indonesia sendiri menyebut dirinya dalam bahasa Mandarin? Apakah masih ''women zhong guo ren''? Atau ''hua ren''? Atau ''Yin Ni Hua Ren''? Lalu, bagaimana orang Tionghoa menyebut Tiongkok dalam pengertian RRC? Masihkah harus menyebutnya dengan ''guo nei''? (*)

Sumber : Jawa PosTulisan Bagian Perama & Bagian kedua








JURNAL EKONOMI RAKYAT

http://ekonomirakyat.org/

Mubyarto Institute

http://www.mubyartoinstitute.org/index.html#

Prof. Dr. Mubyarto ( Alm ) Seorang Pakar Ekonomi Kerakyatan


لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته
Masih ingat benar saya Pak Muby, karena sering saya membaca buah tulisannya di harian nasional tentang pemikiran-pemikirannya mengenai Ekonomi Pancasila, yang mengedepankan Pertumbuhan dan Pemerataan Pembangunan yang berkeadilan.
Tulisan dan uraiannya gampang dan mudah dicerna, yang susah mungkin penerapannya dilapangan karena sebagian besar kalangan teknokrat justru lebih mengedepankan Pertumbuhan yang tinggi dengan mempercayakan Investor asing masuk dan diberi kemudahan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan usahanya di Tanah Air tercinta ini, demikian juga terhadap swasta nasional.
Keterbukaan ekonomi seperti ini sesungguhnya merupakan cerminan dari ekonomi Liberal, yang menyerahkan semua sistem kepada pemodal yang memiliki banyak uang untuk mengembangkan usahanya, yang memperbolehkan mengeruk keuntungan setinggi mungkin untuk kemajuan usahanya, dan kemudian hasilnya sebagian besar terserap kembali kenegara asalnya atau ke pemerintah pusat tentunya.
Hal ini terbukti dari kemajuan pembangunan yang lebih memfokuskan hanya di Pulau Jawa, coba lihat tingkat konsumsi BBM, Listrik dan Pangan serta kebutuhan sekunder lainnya 70% untuk pulau Jawa, sedangkan sumber-sumber yang ada sebagian besar berada di luar Jawa, Ironis khan….???
Sistem Ekonomi Pancasila merupakan aturan main kehidupan ekonomi, yang lebih mengedepankan Pertumbuhan dan Pemerataan yang berkeadilan, jadi segala sumber yang ada disuatu daerah dimanfaatkan sepenuhnya bagi kemajuan daerah itu.  Jadi kalau ada Investor yang masuk, investor tersebut harus mendayakan sumber daya lokal yang ada dan selanjutnya mengembangkan kemajuan buat rakyat sekitarnya, jangan sampai rakyat lokal hanya sebagi penonton tapi dilibatkan dan diberdayakan.
Sistem Ekonomi Pancasila memang dinyatakan gagal dalam penerapannya di era Pemerintahan Orde Baru, tapi sejak reformasi 1998 digulirkan istilah tersebut menjadi Populer dengan Istilah Ekonomi Kerakyatan yaitu sistem ekonomi yang demokratis yang melibatkan seluruh kekuatan ekonomi rakyat, dan jika diterapkan secara tepat pada setiap kebijakan dan program akan dapat membantu terwujudnya keselarasan dan keharmonisan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.
Pak Muby, memang engkau telah berpulang ke pangkuan Illahi, tapi Pemikiran mu akan selalu terbawa dalam setiap langkah dan gerak muridmu dan penerusmu….seperti halnya tulisannmu yang selalu membawa inspirasi bagiku di tahun 1980 an ketika aku masih remaja dan menyenangi sajian tulisanmu sebagai pembuka wawasan meskipun aku tak berkecimpung dilingkungan itu…..Muridmu dan Penerusmu seperti Pak A.Tony Prasetiantono, Anggito Abimanyu, Revrisond Baswir dan yang lainnya, mudah-mudahan mereka akan selalu menyuarakan itu…..kalau aku hanya sebagai penikamat dari tulisan atau pemerhati dari gerak-gerik mereka.
Terakhir Semoga Arwahmu mendapatkan tempat yang layak disisiNYA, Amin….!!!

Tangerang, 26 January 2009.

Wasalam,


Pakar Ekonomi Kerakyatan
Prof. Dr. Mubyarto ( 1938 - 2005 )

Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, ini meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Dr Sardjito Yogyakarta, Selasa 24 Mei 2005 pukul 13.49.  Pakar ekonomi kerakyatan kelahiran Yogyakarta, 3 September 1938, itu meninggalkan seorang istri, Sri Hartati, empat anak dan enam cucu.
Prof Dr Mubyarto yang akrab dipanggil Muby itu sempat dirawat secara intensif selama empat hari karena menderita paru-paru basah dan serangan jantung ringan. Jenazah disemayamkan di rumah duka Perumahan Dosen UGM, Sawitsari C-10 Condongcatur, Depok, Sleman.
Untuk mendapatkan penghormatan terakhir dari civitas academica UGM, jenazah disemayamkan lebih dulu di Balairung UGM Rabu 25 Mei 2005 pukul 11.00. Kemudian dikebumikan di Makam Keluarga UGM di Sawitsari, sekitar pukul 13.00.

Berbagai kalangan datang melayat ke rumah duka di Kompleks Sawit Sari C-10. Di antaranya mantan Dirjen Dikti dan Dubes Unesco Prof Dr Bambang Suhendro dan mantan Rektor UNS Prof Dr Kunto Wibisono. Juga mantan Ketua MPR RI Amien Rais.
Wakil Presiden Jusuf Kalla yang tengah berada di Yogyakarta membuka Rakerda Partai Golkar juga menyempatkan diri melayat ke rumah duka bersama Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X, Surya Paloh, dan Prof Dr Muladi.
Pakar Ekonomi Kerakyatan
Guru Besar FE-UGM dan Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM (PUSTEP-UGM), ini dikenal paling konsern pada ekonomi kerakyatan. Ekonom kelahiran Yogyakarta, 3 September 1938, ini juga konsern terhadap Sistem Ekonomi Pancasila. Hampir setiap kesempatan ia berbicara tentang sistem ekonomi Pancasila itu.
Dalam renungan akhir tahun 2003, sekaligus memperingati 1 tahun Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, Selasa (9/12/03), ia mengatakan semangat nasionalisme bangsa Indonesia beberapa tahun terakhir sudah sangat mengendur. Kendurnya nasionalisme ini karena telah dibekukan prestasi “keajaiban ekonomi” selama 32 tahun pembangunan ekonomi Orde Baru yang selalu ditonjolkan.
Ia bilang, ekonomi Indonesia telah mencapai pertumbuhan ekonomi luar biasa, yaitu rata-rata 7 persen/tahun. Padahal, dalam realitas yang terjadi adalah penghisapan oleh pemerintah pusat dan investor asing. Akibatnya, kata pakar ekonomi kerakyatan dari UGM ini, ekonomi nasional menjadi sangat timpang meski rata-rata pendapatan nasional sudah melebihi US$ 1000.
Ekonom Indonesia, kata lulusan S3 Iowa State, 1965, ini telah keblinger, tidak merasa terpedaya oleh keajaiban ekonomi yang menipu. Nyatanya, mereka sekarang tetap saja berbicara perlunya pertumbuhan ekonomi yang tinggi (6-7 persen/tahun) sebagai satu-satunya jalan menuju “pemulihan ekonomi”.

Ia juga menjelaskan, di masa Orba banyak daerah –terutama yang kaya sumber daya alam – merasa dihisap oleh pemerintah pusat atau investor dari luar. Contoynya, pada 1996, Provinsi Kaltim, Riau dan Irian Jaya (Papua) derajat penghisapannya tinggi, masing-masing 87 persen, 80 persen dan 78 persen. Artinya, dari setiap 100 nilai PDRB, bagian yang dinikmati penduduk setempat hanya 13 persen (Kaltim), Riau 20 persen dan Papua 22 persen. Selebihnya dinikmati investor dari luar. “Akibatnya ekonomi Indonesia kembali terjajah oleh ekonomi asing. Inipun pada 1988 sebenarnya sudah diperingatkan, namun rupanya diabaikan oleh para teknokrat kita.
Berikut ini kami petik Makalah Kuliah Umum Ekonomi Pancasila di Universitas Negeri Semarang (UNNES), Semarang, 9 Januari 2003, berjudul: “Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila Di Tengah Praktek Liberalisasi Ekonomi di Indonesia”

Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Etika Pancasila adalah landasan moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah gotongroyong atau kekeluargaan, sedangkan dari segi politik Trisila yang diperas dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme), sosio-nasionalisme, dan sosio-demokrasi.
Praktek-praktek liberalisasi perdagangan dan investasi di Indonesia

Trilogi Pembangunan
Sebenarnya sejak terjadinya peristiwa “Malari” (Malapetaka Januari) 15 Januari 1974, slogan Trilogi Pembangunan sudah berhasil dijadikan “teori” yang mengoreksi teori ekonomi pembangunan yang hanya mementingkan pertumbuhan . Trilogi pembangunan terdiri atas Stabilitas Nasional yang dinamis, Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, dan Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya. Namun sayangnya slogan yang baik ini justru terkalahkan karena sejak 1973/74 selama 7 tahun Indonesia di”manja” bonansa minyak yang membuat bangsa Indonesia “lupa daratan”. Rezeki nomplok minyak bumi yang membuat Indonesia kaya mendadak telah menarik minat para investor asing untuk ikut “menjarah” kekayaan alam Indonesia. Serbuan para investor asing ini ketika melambat karena jatuhnya harga minyak dunia , selanjutnya dirangsang ekstra melalui kebijakan deregulasi (liberalisasi) pada tahun-tahun 1983-88. Kebijakan penarikan investor yang menjadi sangat liberal ini tidak disadari bahkan oleh para teknokrat sendiri sehingga seorang tokoknya mengaku kecolongan dengan menyatakan:

Dalam keadaan yang tidak menentu ini pemerintah mengambil tindakan yang berani menghapus semua pembatasan untuk arus modal yang masuk dan keluar. Undang-undang Indonesia yang mengatur arus modal, dengan demikian menjadi yang paling liberal di dunia, bahkan melebihi yang berlaku di negara-negara yang paling liberal. (Radius Prawiro. 1998:409)
Himbauan Ekonomi Pancasila
Pada tahun 1980 Seminar Ekonomi Pancasila dalam rangka seperempat abad FE-UGM “menghimbau” pemerintah Indonesia untuk berhati-hati dalam memilih dan melaksanakan strategi pembangunan ekonomi. AdaIndonesia maka ekonom-ekonom UGM melontarkan konsep Ekonomi Pancasila yang seharusnya dijadikan pedoman mendasar dari setiap kebijakan pembangunan ekonomi. Jika Emil Salim pada tahun 1966 menyatakan bahwa dari Pancasila yang relevan dan perlu diacu adalah (hanya) sila terakhir, keadilan sosial, maka ekonom-ekonom UGM menyempurnakannya dengan mengacu pada kelima-limanya sebagai berikut:
sejak medio delapanpuluhan bersamaan dengan serangan globalisasi dari negara-negara industri terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya dapat ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena politik ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi tinggi ketimbang pemerataan hasil-hasilnya. peringatan “teoritis” bahwa ilmu ekonomi Neoklasik dari Barat memang cocok untuk menumbuhkembangkan perekonomian nasional, tetapi tidak cocok atau tidak memadai untuk mencapai pemerataan dan mewujudkan keadilan sosial. Karena amanah Pancasila adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
·        Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral;
·        Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;
·        Semangat nasionalisme ekonomi; dalam era globalisasi mekin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri;
·        Demokrasi Ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat;
·        Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagaimana terjadi pemerintah Orde Baru yang sangat kuat dan stabil, memilih strategi pembangunan berpola “konglomeratisme” yang menomorsatukan pertumbuhan ekonomi tinggi dan hampir-hampir mengabaikan pemerataan. Ini merupakan strategi yang berakibat pada “bom waktu” yang meledak pada tahun 1997 saat awal reformasi politik, ekonomi, sosial, dan moral.


Globalisasi atau Gombalisasi
Dalam 3 buku yang menarik The Globalization of Poverty (Chossudovsky, 1997), Globalization Unmasked (Petras & Veltmeyer, 2001), dan Globalization and Its Discontents (Stiglitz, 2002) dibahas secara amat kritis fenomena globalisasi yang jelas-jelas lebih merugikan negara-negara berkembang yang justru menjadi semakin miskin (gombalisasi). Mengapa demikian? Sebabnya adalah bahwa globalisasi tidak lain merupakan pemecahan kejenuhan pasar negara-negara maju dan mencari tempat-tempat penjualan atau “pembuangan” barang-barang yang sudah mengalami kesulitan di pasar dalam negeri negara-negara industri maju.

Globalization is … the outcome of consciously pursued strategy, the political project of a transnational capitalist class, and formed on the basis of an institutional structure set up to serve and advance the interest of this class (Petras & Veltmeyer. 2001: 11)

Indonesia yang menjadi tuan rumah KTT APEC di Bogor 1994, mengejutkan dunia dengan keberaniannya menerima jadwal AFTA 2003 dan APEC 2010 dengan menyatakan “siap tidak siap, suka tidak suka, kita harus ikut globalisasi karena sudah berada di dalamnya”. Keberanian menerima jadwal AFTA dan APEC ini, kini setelah terjadi krismon 1997, menjadi bahan perbincangan luas karena dianggap tidak didasarkan pada gambaran yang realistis atas “kesiapan” perekonomian Indonesia. Maka cukup mengherankan bila banyak pakar Indonesia menekankan pada keharusan Indonesia melaksanakan AFTA tahun 2003, karena kita sudah committed. Pemerintah Orde Baru harus dianggap telah terlalu gegabah menerima kesepakatan AFTA karena mengandalkan pada perusahaan-perusahaan konglomerat yang setelah terserang krismon 1997 terbukti keropos.


Peran Negara dalam Program Ekonomi dan Sosial
Meskipun ada kekecewaan besar terhadap amandemen UUD 1945 dalam ST MPR 2002 yang semula akan menghapuskan asas kekeluargaan pada pasal 33, yang batal, namun putusan untuk menghapus seluruh penjelasan UUD sungguh merupakan kekeliruan sangat serius. Syukur, kekecewaan ini terobati dengan tambahan 2 ayat baru pada pasal 34 tentang pengembangan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan pemberdayaan masyarakat lemah dan tidak mampu (ayat 2), dan tanggungjawab negara dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (ayat 3). Di samping itu pasal 31, yang semula hanya terdiri atas 2 ayat, tentang pengajaran sangat diperkaya dan diperkuat dengan penggantian istilah pengajaran dengan pendidikan. Selama itu pemerintah juga diamanatkan untuk menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk semua itu negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari nilai APBN dan APBD.

Demikian jika ketentuan-ketentuan baru dalam penyelenggaraan program-program sosial ini dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik, sebenarnya otomatis telah terjadi koreksi total atas sistem perekonomian nasional dan sistem penyelenggaraan kesejahteraan sosial kita yang tidak lagi liberal dan diserahkan sepenuhnya pada kekuatan-kekuatan pasar bebas. Penyelenggaraan program-program sosial yang agresif dan serius yang semuanya dibiayai negara dari pajak-pajak dalam APBN dan APBD akan merupakan jaminan dan wujud nyata sistem ekonomi Pancasila.


Ekonomi Rakyat, Ekonomi Kerakyatan, dan Ekonomi Pancasila
Sejak reformasi, terutama sejak SI-MPR 1998, menjadi populer istilah Ekonomi Kerakyatan sebagai sistem ekonomi yang harus diterapkan di Indonesia, yaitu sistem ekonomi yang demokratis yang melibatkan seluruh kekuatan ekonomi rakyat. Mengapa ekonomi kerakyatan, bukan ekonomi rakyat atau ekonomi Pancasila? Sebabnya adalah karena kata ekonomi rakyat dianggap berkonotasi komunis seperti di RRC (Republik Rakyat Cina), sedangkan ekonomi Pancasila dianggap telah dilaksanakan selama Orde Baru yang terbukti gagal.
Pada bulan Agustus 2002 bertepatan dengan peringatan 100 tahun Bung Hatta, UGM mengumumkan berdirinya Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) yang akan secara serius mengadakan kajian-kajian tentang Ekonomi Pancasila dan penerapannya di Indonesia baik di tingkat nasional maupun di daerah-daerah. Sistem Ekonomi Pancasila yang bermoral, manusiawi, nasionalistik, demokratis, dan berkeadilan, jika diterapkan secara tepat pada setiap kebijakan dan program akan dapat membantu terwujudnya keselarasan dan keharmonisan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.

Sistem Ekonomi Pancasila berisi aturan main kehidupan ekonomi yang mengacu pada ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dalam Sistem Ekonomi Pancasila, pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan) ekonomi rakyat sehingga terwujud kemerataan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratis yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya juga dinikmati oleh semua warga masyarakat.
Penutup
Ekonomi Indonesia yang “sosialistik” sampai 1966 berubah menjadi “kapitalistik” bersamaan dengan berakhirnya Orde Lama (1959-1966). Selama Orde Baru (1966-1998) sistem ekonomi dinyatakan didasarkan pada Pancasila dan kekeluargaan yang mengacu pasal 33 UUD 1945, tetapi dalam praktek meninggalkan ajaran moral, tidak demokratis, dan tidak adil. Ketidakadilan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari penyimpangan/penyelewengan Pancasila dan asas kekeluargaan telah mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tajam yang selanjutnya menjadi salah satu sumber utama krisis moneter tahun 1997.

Aturan main sistem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke-4 Kerakyatan (yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan) menjadi slogan baru yang diperjuangkan sejak reformasi. Melalui gerakan reformasi banyak kalangan berharap hukum dan moral dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi kepentingan ekonomi rakyat melalui upaya-upaya dan program-program pemberdayaan ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sub-sistem dari sistem ekonomi Pancasila, yang diharapkan mampu meredam ekses kehidupan ekonomi yang liberal.


Sumber : Ensiklopedi Tokoh Indonesia



Ingin mengetahui lebih dekat dengan Pak Muby, silahkan Klick situs dibawah ini :
  1. Muyiarto Institute
  2. Yayasan Mubyarto
  3. Jurnal Ekonomi Rakyat



Minggu, 25 Januari 2009

250109 - Santier's di Bendungan Jatiluhur




لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Tadi Pagi Pengguna Hyundai Santa Fe ( Santier ) mengadakan Kopdar di Bendungan Jatiluhur, tak ada banyak peserta yang hadir hanya 4 orang dari 5 orang yang direncanakan, rencana ini juga bersifat dadakan : ada sounding masalah ini, ada respond dari yang lain dan akhirnya deal mo ketemuan di Jatiluhur.

Step pertama kita ketemuan di Rest Area Tol Cikampek di KM 57, setelah berkumpul disana dan jam 10:15 Kita berangkat menuju kediaman Bro Inoz di kitaran SMK Negeri 2 Purwakarta kebetulan Bro Inoz sebagai tuan rumah, dan setelah ngobrol dan mencicipi Air Zamzam jam 11:35 kita berangkat menuju RM Ceuk Ani.....wah surprise sekali menikmati panganan khas sunda ....ada banyak Pepesan dan ayam Bakar.....sebetulnya kita ingin makan di Lokasi bendungan Jatiluhur....tapi Tuan rumah menyarankan agar kita makan di RM Ceuk Ani....setelah mencoba masakan khas sunda disini....wah bukan main nikmat sekali......dan sambelnya itu loh " Enakkkk " bener padahal ngak ada terasinya.......!!! Begitu juga pepesannya.......sampe nambah nich makan siangnya......!!!!!
Untung aja kita sudah telepon dulu jadi dapet yang Lesehan di lantai satu.....coba kalau ngak telp bisa ngak kebagian tempat deh......ada satu lagi Es kelapa mudanya juga Maknyusss...dan gelasnya super jumbo lagi.......sayang ngak tahu grand total makan siang dengan personel 11 orang dan 2 baby ini.....mau tanya.... tapi Isin oeiyyyy.....malu sama Kang Inoz abis di Traktir.....padahal kita maunya urunannn......!!!!

Selesai dari sana kita menuju ke Bendungan Jatiluhur dan di Main Gate kita dikutip Karcis kendaraan Plus Orang Penumpang Rp 32.000 .... dan rencananya kita ingin masuk ke areal Bendungan dan masuk keterowongan....tapi sungguh disayangkan setiap pengunjung tidak diperkenankan lagi untuk memasuki area itu sejak lebih kurang 9 bulan yang lalu......hanya pengunjung yang mendapat persetujuan dari Direksi yang boleh memasuki area tersebut .... ujur petugas jaga disana, saat kita menanyakan mengapa tidak boleh masuk......mungkin karena alasan keamanan kali ya....????

Karena tidak boleh masuk ya kita hanya bisa mengitari area, dan kebetulan Kang Inoz tahu benar lokasi Bendungan Jatiluhur ini, beliau mengajak kita dilokasi pinggiran bendungan tapi diarea yang jauh dari pengujung lainnya..... jadi sambil ngelar tikar ngobrol sana-sini dengan situasi yang "Cozy" buanget gituuu.....!!!
Sambil menikmati duku Palembang yang kita bawa dari Pasar tanah tinggi tangerang dan panganan lainnya yg dibawa Kang Inoz....suasan keakraban baik Santiman atau santiwomen....sungguh sangat kental sekali.....ditambah dengan tiupan angin waduk Jatiluhur dan riuh rendahnya tawa anak2 .... terutama bocah2 manis Bro Kiting....semakin menyejukan kita kita yang berkumpul disana....!!!!

Hahhh.....Pengguna Santa Fe....memang Komunitasnya belum begitu banyak...kalaupun ada tapi lokasinya di semarang, jawa Timur dan daerah lainnya diseluruh Indonesia.....tapi pas berkumpul yah hanya ini yang bisa kita suguhkan..........mungkin kedepan akan bertambah.....karena kalau dilihat dari penjualannya cukup segnifikan... tapi tak semua pengguna mempunyai akses yang sama pada Internet.....tak semua pengguna ada di daerah Jabodetabek....tapi yang pasti dengan sedikitnya anggota malah kita lebih gampang untuk berkumpul dan menyusun rencana ...diantaranya akan konvoi ke Borobodur atau Gn Bromo....untuk rencana kedepannya.....selain dari itu Komunitas Santa Fe Owner Club Indonesia akan terbentuk dalam waktu dekat ini, mudah-mudahan tahun 2009 ini rencana tersebut bisa terealisir.

Jam 16:05, Hujan Gerimis turun perlahan di area Bendungan Jatiluhur....dangan berat hati kita sudahi pertemuan kali ini.....sambil senyum dan membawa cerita kembali pulang ke Tangerang...... setelah masuk tol Cipularang, lanjut ke Tol Cikampek dan masuk tol dalam kota menuju Pondok indah dan BSD City dengan kecepanan rata2 100 km/jam...setelah memasuki BSD City kita mampir ke Burger Blenger untuk membeli panganan makan malam, karena Bu Meneteri keuangan dan anak2 memilih panganan itu.....sebagai konpensasi untuk tidak masak malam karena ngantuk dan capeee abis melakukan perjalanan dan hiburan dari pagi hingga sore hariiii......!!!

Terakhir....Terimakasih buat Kang Inoz yang sudah bersedia jadi tuan rumah dan teraktir makan siangnya.



Tangerang, 25 Januari 2009.


Wasalam,







Jumat, 23 Januari 2009

Perpanjangan STNK Kendaraan R4


لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته
Tunggangan keluarga dirumah kebetulan akan habis masa berlakunya tanggal 8 Februari nanti, dari pada kelupaan tadi pagi saya perpanjang STNK tersebut di SAMSAT Cikokol tangerang bersama Istri saya, dan seperti Perpanjangan STNK kendaraan R2 bulan April 2008 kemaren, ketika masuk area Samsat kita dikenakan restibusi oleh petugas Dishub sebesar Rp 1000, dari situ kita masuk ke area Pakir dan selanjutnya menuju tempat Photo copy berkas…tetapi betapa terkejutnya saya ketika saya periksa STNK tidak ada di dompet saya…sambil merenung saya ingat-ingat kembali dimana saya simpan STNK kendaraan yang akan saya perpanjang tersebut….akhirnya saya teringat kejadian tadi malam dimana STNK lama saya Scanner dirumah, kemungkinan ntu STNK masih terselip di Scanner.
Yah, dengan sedikit kecewa saya dan istri kembali lagi kerumah untuk mengambil STNK yang tertinggal, begitu sampai dirumah memang benar STNK masih terselip di Scanner…hehehehe….ampun deh kalau udah tua kayak gini nich…..pelupaaaaa…..!!!
Untung aja saat perpanjangan kita menggunakan kendaraan operasional si-Sogi….jadi ngak perlu repot2 melewati kemacetan bisa tembus sana-sini….dan istri dalam hal berpergian berdua, lebih senang bila menggunakan R2 ini….katanya sih lebih mesra bisa terus berduaan di sepeda motor…..hehehe….asal jangan hujan ya Bu menteri…..!!!
Balik lagi ke samsat sambil memperlihatkan potongan karcis masuk ke petugas Samsat, alhamdulillah petugas Dishub mengerti dan mempersilahkan kami masuk tampa membayar uang seceng lagi…..!!!
TAHAP-01
Seperti biasa kita masuk langsung ke petugas photo copy berkas, pada saat itu jam saya menunjukan  tepat jam 10:05,  dan saya menyerahkan semua berkas yang diperlukan diantaranya :
  • KTP
  • STNK
  • BPKB
Kemudian setelah diphoto copy semua berkas di Strepless dan diberi Map warna merah, tidak begitu lama untuk menyelesaikan berkas Photo copy ini kira-kira 2 menit, karena kebetulan tidak terlalu ramai dan biaya yang diperlukan sebesar Rp 3000,-
TAHAP-02
Kami masuk ke Loket-1 di lantai satu yakni loket pengambilan Formulir, antrian dan disini juga tidak terlalu lama hanya memakan waktu kurang lebih 2 menit, selanjutnya nama saya dipanggil dan dipersilahkan ke loket Arsip.
TAHAP-03
Kemudian kami keluar ruangan dan menuju ke Loket Arsip adanya di lantai satu pojok sebelah kanan pintu masuk, dan menyerahkan berkas yang sudah disiapkan didalam map warna merah, diloket Arsip inipun tidak berlangsung lama hanya lebih kurang 2 menit, nama saya sudah dipanggil.
TAHAP-04
Kami naik ke lantai 2 di Loket 1 ( Pelayanan Daftar Ulang ), dan mendapat Antrian elektronik No 214, disini juga tidak terlalu lama kira-kira 1 menit nama saya sudah di panggil dan memperlihatkan BPKB kepada petugas, dan selanjutnya kami dipersilahkan untuk menunggu panggilan untuk pembayaran pajak STNK.
TAHAP-05
Di loket 2, 3 & 4 ( Kasir ) ini kami menunggu lumayan lama kira-kira 10 menit, lamanya mungkin karena pemeriksaan berkas di loket satu dan pembayaran dikasir yang rada lama…sambil menunggu saya perhatikan sekitar ruang, ada 2 AC yang tidak berfungsi maksimum atau kapasitas AC kurang untuk rangan yang lumayan besar, karena ruangan terasa gerah…tapi masih beruntung ada beberapa Celling Fan di yang lumayan menyejukan…!!!
Saya lihat di lantai 1 tadi untuk petugas Informasi berdiri dengan mengenakan kostum Tionghoa ( wanita ), ini mungkin sebagai sambutan dan penghargaan warga negara kita yang akan merayakan hari Imlek…. Selain dari itu di lantai satu tadi juga disediakan beberapa gelas Teh manis dan ada juga permen/ gula-gula bagi masyarakat Pembayar pajak kendaraan, dan demikian juga di lantai dua disediakan Air galon Dispenser berikut dengan gelas Pelastiknya…. Juga da TV LCD ukuran 29 Inci dan ada beberapa koran harian Nasional juga disediakan untuk menghilangkan kejenuhan saat menunggu antrian, juga kadang diperdengarkan lantunan musik yang kalah suaranya dibandingkan dengan Panggilan….Pokoknya komplet deh diberikan bagi masayarakt pembayar Pajak…..!!!
Dan ada hal yang menarik didepan meja petugas dicantumkan nama dan nomor HP petugas….baik itu diloket 1 ataupun di loket 5 sedang di loket 2,3 & 4 ( Kasir ) tidak dicantumkan nama petugas dan nomor hpnya….saya bertanya dalam hati kenapa ngak sekalian semuanya aja ya…???? Sambil merenung memikirkan hal tersebut, tepat jam 10:15 nomor antrian saya 214 dipanggil dan sambil mendekati petugas Kasir dengan menyerahkan nomor antrian, si-petugas menyebutkan jumlah pajak yang harus saya bayar yakni Rp 2.005.000,-. Alhamdulillah saya pikir, berarti ada penurunan Pajak PKB kendaraan saya yang sebelumnya untuk PKB aja sebesar Rp 2.010.000,-, setelah melakukan pembayaran si-petugas mempersilahkan saya untuk menunggu kembali panggilan dari loket 5  ( pengambilan STNK ).
TAHAP-06.
Setelah lebih kurang 10 menit saya menunggu, nama saya dipanggil di Loket 5 dan selanjunya si-petugas menyerahkan STNK beserta KTP saya, saya perhatikan jam saat itu kira-kira jam 10:45 menit….jadi butuh waktu lebih kurang 40 menit atau 2400 detik untuk melakukan perpanjangn STNK kendaraan R4 di samsat Cikokol Tangerang, memang lebih lama dibandingkan saat mengurus perpanjangan STNK kendaraan R2 april 2008 yang lalu yakni 30 menit…tapi mereka menjanjikan bahwa dari saat proses awal hingga penyerahan STNK tidak akan lebih dari 60 Menit ( 1 Jam ), itulah target layanan Petugas Samasat Cikokol Tangerang.
Sambil memasukkan STNK kedalam pelastik yang diberikan saya perhatikan rincian, pajak STNK kendaraan saya yakni PKB = Rp 1.860.000,- dan SWDKLLJ = Rp 143.000,- sedangkan biaya Administrasi STNK & TNKB = Rp 0,-, jadi totalnya adalah Rp 2.003.000,- tapi tadi saya menyerahkan uang Rp 2.005.000 dan tidak ada pengembalian uang lebih yang saya berikan…….hehehehe.
Kesimpulan :
  • Pajak kendaraan ( PKB ) mengalami Penurunan sebesar 7,5%
  • Biaya SWDKLLJ mengalami kenaikan sebesar 96%, tapi biaya Administrasi STNK & TNKB dihilangkan ( kalau dijumlah nilainya sama juga kira2 Rp 70.000 ), jadi kemungkinan biaya ini dimasukkan atau digabung ke biaya SWDKLLJ....kalau memang demikian tidak ada kenaikan biaya SWDKLLJ.
  • Waktu Pengurusan Perpanjangan Petugas Samsat Cikokol menjamin kurang dari 1 jam…. dan itu terbukti, seperti yang saya alami.
  • Jadi kalau anda bertempat tinggal di sekitaran kota Tangerang, jangan ragu dan sungkan-sungkan untuk mengurus sendiri perpanjangan STNK kendaraan anda, dengan mengikuti tahapan2 yang sudah saya sebutkan diatas...toh waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama kurang dari 1 jam.....jadi bisa izin keluar saat anda sedang bekerja tentunya.
  • Pelayanan Cukup memuaskan, dan tidak ada calo yang berkeliaran...tidak seperti saat Perpanjangan SIM di Polres Metro Tangerang bulan September 2008 Kemaren..dalam hal ini saya acungkan jempol deh buat Samsat Cikokol Tangerang….!!!
  • Terimakasih kepada Petugas Samsat Cikokol yang makin hari makin menunjukkan Profesionalismenya, untuk melayani masyarakat dalam membayar Pajak kendaraan Bermotor.
  • Terimakasih juga kepada Mantan Kapolri Bpk. Sutanto yang memberikan garis-garis kebijaksanaan kepada bawahannya, dan mudah-mudahan dapat diteruskan oleh Kapolri Bambang DH untuk kedepannya.
Karena dari rumah saya sediakan uang lebih 25% dari pembayaran pajak sebelumnya, jadi masih banyak sisa uang di dompet…dengan persetujuan Menteri Keuangan, akhirnya kita berdua jalan-jalan ke Lippo Karawaci untuk Kuliner disana….sambil belanja kebutuhan harian….naik si-sogi sambil berpegangan dengan eratnya…..Hehehehe.
Demikianlah tulisan ini mudah-mudahan ada manfaatnya, lebih dan kurang saya mohon maaf.

Tangerang, 22 January 2009.

Wasalam,


Kamis, 22 Januari 2009

Perempuan yang Dicintai Suamiku



لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Silahkan mbaca Crosslink tulisan ini Klick
Setelah membaca tulisan dengan subject diatas , saya kok jadi melankolis ya....??
Tulisannya benar-benar mengena dan merasuk sampai kehati, jadi saya bertanya dalam diri saya, apakah saya benar-benar mencintai dengan setulus hati Istri yang salalu bersama saya, sebagai teman ngobrol, teman bercanda, teman pergi, sahabat dalam kesulitan, konsultan agar lebih arif dalam menggunakan uang,...Istri dalam mengasuh dan mendidik anak.....dan Ibu dalam merawat dan mengayomi saya ketika saya sakit....dan semuanya deh....!!!
Duh Istriku....kalau ada yang kurang berkenan tolong dikemukakan ya.....?? mana tahu sikapku selama ini ada kemiripan seperti cerita diatas.....tapi kayaknya ngak deh.....yang lalu-lalu sepertinya sudah saya ceritakan semua......!!!
Nah teman kalau anda baca Tulisan diatas yang saya Crosslink ...... bagaimana, apakah anda mempunyai pikiran yang sama dengan saya....atau biasa saja.....kita tukar pendapat yuck.....!!!!


Tangerang, 21 January 2009

Wasalam,

Note : Terimakasih ya Sis Botefilia atas tulisannya yang mencerahkan...!!


Rabu, 21 Januari 2009

Keindahan yang memberikan Nuansa




لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Hidup ini indah, seindah alam dilingkungan sekitar kita, tapi terkadang kita tak menyadarinya…karena kita terbiasa dalam kondisi seperti itu, atau mungkin juga kita tak memahami atau tak begitu perduli dengan keindahan yang ada…..sehingga hal-hal kecil yang memberikan nuansa tak begitu berarti….lewat saja….berlalu saja….atau yah ….. akhirnya kita tak mengetahui bahwa keindahan itu diberikan sesungguhnya untuk dinikmati….dihayati dan disyukuri…..atau mungkin saja terlalu banyak hal-hal lainnya yang masuk dalam pikiran kita, sehingga prioritas itulah yang kita dahulukan…..namanya juga hidup penuh dengan rintangan/ kendala atau halangan….kendala itulah yang selalu mengalir pada setiap langkah atau gerak kita sehingga kita selalu berusaha untuk mengatasinya dan lepas dari kondisi yang ada….padahal setiap langkah atau gerak kita akan selalu diselimuti oleh hal-hal seperti itu…..percayalah akan selalu seperti itu…..karena itulah yang membuat kita hidup …. Membuat kita bekerja dan berkarya.

Tapi karya yang tidak dilandasi oleh keindahan hasilnya akan terasa kering, gersang bahkan mungkin tandus….oleh karena itu nuansa keindahan harus kita tampilkan pada setiap gerak dan langkah kita, selain dapat memberikan nuansa keindahan dia juga akan memberikan nuansa lain yang tidak kita sadari sebelumnya.

Potongan kalimat diatas sebetulnya oratan yang tak begitu bermakna…tapi dengan oretan itu saya ingin melewatkan waktu saya untuk mensyukuri keindahan yang diberikan kepada saya, dimana saat saya pulang selepas tugas tanggal 20 januari kemaren, ketika kendaraan yang membawa saya ke bandara Sultan Tahha Jambi, ditengah perjalanan yakni disekitaran Desa Sungai Toman, saya minta driver saya untuk menghentikan kendaraan, saat itu jam saya menunjukkan waktu jam 06:40….saya bidikkan kamera yang saya punya untuk mengabadikan keindahan yang menurut saya lumayan bagus, sinar matahari pagi bersinar temaran menyambut pagi yang cerah namun diliputi oleh awan tipis….menurut saya indah sekali…..saya bersyukur bahwa saya diberikan momen untuk melihatnya, mengamatinya dan mensyukurinya, mungkin hal ini sederhana atau mungkin saya terlalu romantis terhadap alam….tapi yang pasti driver saya memberi kesan yang sama dengan apa yang saya pikirkan.

Ya, photo-photo dibawah akan memperlihatkan bagaimana hasil jepretan pemula mengabadikan momen yang ada….kalau hasilnya kurang Okey punya, ya mohon dimaafkan karena yang mengabadikan juga bukan seorang yang Profesional, tapi amatiran…..hehehe....begitu juga saat diatas pesawat, saya juga abadikan Awan yang ada ... seperti negeri impian atau negeri diatas awan....!!!!

Ok Teman, silahkan nikmati keindahan itu…..karena hanya itu yang bisa saya tampilkan…lebih dan kurang saya mohon maaf ya…..!!! Awali hari ini dengan senyum …. Karena Keindahan akan ada disekitar kita……!!!



Tangerang, 21 January 2009


Wasalam,





Jumat, 02 Januari 2009

Jembatan Selat Sunda, sebuah impian yang mungkinkah akan Terwujud


لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته
Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit atau The Power of Dream, kalimat2 ini sudah tidak asing lagi dibenak kita, sebuah keinginan yang sangat sulit untuk dicapai : tapi berkat usaha dan kerja keras yang disertai dengan ketekunan yang tanpa batas…impian diawang2 atau impian disiang bolong sekalipun terkadang dapat dipetik hasilnya. Ada banyak contoh yang tak perlu saya sebutkan satu-persatu….yang penting orang Indonesia dan Neil Amstrong sudah pernah mendarat dibulan ( buktinya : “ Neil Armstrong “ dengan “Selamat” mendarat di Bulan….!!!).
Kembali kemasalah impian tadi, sebuah gagasan besar yang dicetuskan oleh Putra terbaik bangsa ini yakni Ir. Sedyatmo (alm) untuk membangun jembatan yang menghubungkan pulau Jawa dan Pulau Sumatera, meskipun pada akhirnya proyek ini dihentikan karena belum layak untuk dilaksanakan, dan sebuah pilihan yang dilaksanakan dan dikerjakan adalah jembatan yang menghubungkan pulau jawa dan pulau madura yakni Jembatan Suramadu dengan panjang jembatan lebih dari 5,4 Km dan lebar 2 x 15 meter dan menelan biaya 4,5 Trilyun lebih, sebuah pengalaman berharga dalam membangun jembatan terpanjang di Indonesia yang melintasi selat madura tentunya.
Dalam Perjalanannya Pembangunan Proyek Jembatan ini ada banyak Uang yang dikeluarkan, ada banyak cemooh dan cibiran yang mengemuka, ada banyak protes yang diajukan terutama dalam pembebasan lahan, namun ada banyak pula yang optimis dengan pekerjaan yang cukup sulit itu….yakni para Engineer dan Pekerja Lampangan yang berjumlah lebih dari 300 orang yang bekerja bergantian ( Shift )…..mereka tak kenal cemooh, mereka tak kenal cibiran dan sebagainya, yang mereka kenal adalah bagaimana menyelesaikan tugas yang sudah dibebankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, dan bagaimana agar pekerjaan ini bisa berjalan sesuai dengan rencana.  Memang ada banyak kendala yang dihadapi, tapi dengan kendala itu setidaknya mereka punya catatan atau record yang bagus bagaimana memperbaiknya sehingga untuk kedepan kejadian itu tidak terulang…..jadi pengalaman dalam membangun jembatan Suramadu ini adalah pengalam yang sangat berharga untuk pembangunan jembatan lainnya yakni Jembatan Selat Sunda ( JSS ).

Betulkah Jembatan JSS adalah sebuah impian
Ada banyak aspek yang menjadi kendala dari proyek ambisius ini yakni kondisi alam dan yang tidak bersahabat, dimana ;
  1. Secara Demografi memang selat sunda merupakan daerah rawan gempa, dimana ada Gunung anak Krakatau yang masih aktif artinya kalau jadi jembatan ini dibangun jembatan harus mempunyai ketahanan terhadap gempa vulkanis minimal pada skala 9,0 rechter.
  2. Selain Potensi terjadinya gempa, yang perlu juga menjadi perhatian adalah Potensi Tsunami dimana selat sunda berada di lempengan sirkum Pasifik yang juga rawan Tsunami.
  3. Potensi Angin dan Gelombang juga perlu menjadi perhatian dimana pada musim-musim tertentu gelombang laut yang disertai angin bisa mencapai 5 – 7 meter.
  4. Selat sunda merupakan selat dalam dan memiliki arus deras, jadi bukan hal gampang untuk membangun jembatan didaerah dengan kedalaman yang demikian.
  5. Selat sunda juga merupakan Alur lalu lintas kapal atau yang lebih dikenal dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia ( ALKI ), jadi Jembatan ini ditengahnya harus mempunyai ketinggian dimana kapal besar atau bahkan mungkin kapal induk/ tangker bisa lewat dan melintasinya.
Selain dari kondisi alam yang tidak bersahabat, hal lain juga yang merupakan tantangan adalah aspek teknologi, dimana untuk mengatasi hal tersebut diatas harus dicari solusi teknologi yang paling bagus dan dan terkini dari skenerio kemungkinan yang paling buruk yang bisa terjadi.
Dalam hal Teknologi ini Prof. Wiratman Wangsadinata selaku Konsultan Proyek JSS mempunyai solusi yang perlu kita pelajari bersama sebagi pembelajaran, dimana beliau bersama Teamnya menyelidiki tiga alternatif bentang jembatan dan menemukan bahwa kombinasi dua jembatan gantung (generasi ketiga) dengan bentang tengah 3500 m memberikan biaya yang paling ekonomis. Alignment yang dimaksud adalah :
  • Pulau Jawa - Pulau Ular : Viaduct 3 Km
  • Pulau Ular - Pulau Sangiang : 7.8 km jembatan gantung
  • Pulau Sangiang : 5 Km Jalan dan Rel Kereta Api
  • Pulau Sangiang - Pulau Prajurit : 7.6 km Jembatan Gantung
  • Pulau Prajurit : 1 km Jalan dan Rel Kereta Api
  • Pulau Prajurit - Pulau Sumatera : Viadut 3 km

Seperti kita ketahui bahwa Jembatan gantung yang mempunyai bentangan terpanjang dijagat ini belum ada yang lebih dari 2000 meter, sedangkan kita mau membangun jembatan gantung dengan bentangan lebih dari 3500 meter, pertimbangannya mungkin nilai ekonomis yang menghubungkan pulau2 tersebut diatas dengan jumlah pilon yang akan dibangun, selain dari itu juga untuk meredam kalau terjadi gempa vulkanik, dengan panjang bentangan akan berpengaruh pada kelenturan beban, hal ini sudah terbukti di California saat terjadi gempa Northridge sekitar tahun 1994 waktu itu banyak jembatan bentang pendek dari beton prategang ambrol sedangkan jembatan Golden Gate di San Fransisco tidak terpengaruh sama sekali.
Jadi besarnya gaya gempa pada suatu struktur dipengaruhi oleh dua hal yaitu massa  dan kekuatan  struktur. Semakin kecil massa bangunan dan semakin lentur suatu struktur maka gaya gempa yang diterima struktur tersebut akan semakin kecil. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kekakuan dan massa yang relatif kecil maka digunakan sistem jembatan gantung dari baja. Jembatan gantung diusahakan mempunyai bentang yang panjang, semakin panjang maka kekakuan struktur semakin kecil.
Untuk gempa ok, tetapi perlu diingat bahwa efek angin adalah kebalikannya dari gempa. Jadi semakin lentur dan massanya kecil maka pengaruh angin semakin besar.  Artinya dengan derasnya tiupan angin dengan panjang bentangan dan kecilnya massa seperti itu akan berpengaruh pada ayunan jembatan……ech jadi ngeri deh….kalau melewatin jembatan tapi jembatannya berayun…..!!! Tapi jangan khawatir  berkaitan dengan hal  tersebut Prof. Wiratman menyandarkan pada teknologi jembatan gantung terkini yang disebutkan sebagai teknologi generasi ketiga.
Yakni memeperlebar Jembatan dan mengoptimalkan tebal Deck dari jembatan itu sendiri , serta yang tak kalah pentingnya adalah menjaga Berat itu sendiri untuk dipertahankan tetap ringan memakai sistem box rendah. Untuk menghasilkan kekakuan torsi yang tinggi maka beberapa box dijajarkan. Setiap box tunggal mempunyai perilaku aerodinamis yang cukup baik sehingga masalah drag, buffeting dan vortex shedding dapat diminimalis. Kekakuaan torsi yang mencukupi juga menghasilkan sensivitas rendah terhadap flutter sehingga mempunyai ketahanan terhadap kecepatan angin yang cukup tinggi.

Karena bentang jembatan yang sangat panjang maka pilon jembatan juga semakin tinggi dan langsing, yaitu untuk mempertahankan bentang kabel. Karena pilon yang langsing juga deck yang lentur maka beban gempa yang diserap kecil, bahkan menurut Prof. Wiratman karena kelenturan pilon maka efeknya seperti base-isolation  untuk mencegah perambatan getaran gempa dengan demikian pada saat gempa, deck akan tetap stabil.


Penampang deck Jembatan Gantung
(a) Akashi Kaikyo Bridge (1998), first generation bridges
(b) Great Belt-East Bridge (1988), second generation bridges
(c) Sunda Strait Bridge ( ? ), third generation bridges
Sebetulnya selain Prof. Wiratman Wangsadinata masih ada lagi seorang Praktisi yang mempunyai pengalaman luas dibidang jembatan yakni Dr.Ir. Jodi Firmansyah (2003), yang memberikan alternatif lain mengenai Teknologi Konstruksi Jembatan Selat Sunda, tapi yang pasti keduanya meletakkan standard kontruksi yang berbeda sehingga berpengaruh besar pada estimasi biaya yang diperlukan, dan sebagai catatan penting dari Dr. Jodi adalah untuk Kontruksi dibawah laut harus dikerjakan oleh Engineer dari jepang jadi biaya yang murah itu belum termasuk Kontruksi bawah laut yang dikerjakan oleh tenaga asing.
Ya, apapun itu semua memang tergantung pada biaya atau Cost yang harus dikeluarkan untuk membangun Jembatan selat sunda tersebut, inilah yang menjadi kendala paling besar yang akan dihadapi, kalau kita membaca dari berbagai media untuk membangun JSS dibutuhkan biaya US$ 10 milyar atau Rp 93 Trilyun, sungguh besar biaya tersebut…tapi menurut hamat saya selaku orang awan biaya tersebut sebanding dengan nilai Ekonomis, Sosial dan Politik serta Budaya yang akan diperoleh bangsa ini, jalur jembatan ini akan digunakan untuk keperluan Lalu Lintas baik itu : Angkutan Barang, Pertanian, Energi yang sangat tak terbatas yang dihasilkan dari pulau sumatera ataupun sebaliknya… pembangunan JSS akan memacu pertumbuhan wilayah, nasional, dan regional serta meningkatkan kemakmuran rakyat khususnya di Pulau Jawa-Sumatera. Jembatan Selat Sunda juga diproyeksikan menjadi salah satu tujuan wisata dan prasarana yang menumbuhkan minat investasi ekonomi, sosial budaya, pertanian, industri, dan pariwisata.
Berdasarkan data dari Kantor Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Pelabuhan Merak, hingga September 2007 rata-rata setiap hari sekitar 28.431 penumpang menyeberang dari Bakauheni ke Merak. Sementara kendaraan roda dua dan roda empat yang menyeberang dari Bakauheni ke Merak sekitar 6.217 kendaraan per hari. Dengan adanya JSS maka jembatan tersebut dapat dilalui ribuan kendaraan roda empat atau lebih dan motor. Dalam perencanaan, di tengah jembatan itu akan dibangun rel kereta api (KA) double track dan Jalur Pipa Gas.Kembali ke Masalah Biaya Proyek Pembangunan JSS yang sangat besar tersebut akan dibiayai oleh APBN dan Pemprov Banten serta Pemprov Lampung, selain dari itu juga didanai oleh Investor Asing yakni PEA.  Dubes RI Persatuan Emirat Arab ( PEA ) Bapak M. Wahid Supriyadi memberikan presentasi tentang proyek jembatan yang menghubungkan Jawa dan Sumatera dengan judul The Java-Sumatera Super Bridge di gedung Pusat Informasi Wakil PM PEA pada 21 Juli 2008. Presentasi tersebut dihadiri kalangan diplomat, para peneliti senior, pengusaha, akademisi, media massa, dan masyarakat setempat dan mendapat tanggapan Positif.
Dalam hal pendanaan proyek ini memang masih simpang siur, tapi yang pasti kalau Pendanaan diserahkan ke Pemerintah Pusat melalui APBN Pemerintah tidak akan mampu, untuk itu Pemerintah Pusat akan akan memberikan kompensasi berupa pengembangan wilayah di sekitar jembatan tersebut,” ujar Djoko Kirmanto ( Menteri PU ) di Jakarta baru-baru ini. Dengan diberikan kompensasi pengembangan wilayah di sekitar jembatan, diharapkan pihak swasta lebih tertarik untuk ambil bagian.
Selain dari itu “ JSS itu kan inisiatif daerah, lalu kemudian ditindaklanjuti pengusaha. Maka diminta ada tim pemerintah yg mengawal itu. Dan tim itu sekarang sedang dibentuk “ ujur Pak Djoko Kirmanto. Sedangkan ketua harian Tim ini adalah Menteri PU dan Menteri Perhubungan dan Ketua Tim adalah Menko Perekonomian dan Menko Polhukam.
Dalam kesempatan terpisah, Deputi Kemeneg PPN/Bappenas Bidang Sarana Prasarana Dedi Supriadi Priatna mengkonfirmasi rencana pembentukan tim tersebut untuk menampung aspirasi yang diberikan kalangan investor. "Kalau tidak ada itu, kan bingung mereka mau nanya ke siapa," ujar dia
Bagaimanapun juga Proyek JSS ini tengah memasuki tahapan Pre Feasibility Study dan Peandatanganan MoA dan MoU sudah dilakukan oleh Gubernur Banten Hj Ratu Atut Chosiyah dan Gebernur Lampung Sjahcroen ZP, serta Prof Dr Ir Wiratman Wangsadinata dari Wiratman Associates, selaku konsultan teknik, dan pengusaha Tommy Winata dari Artha Graha (AG) Network, di atas Kapal Tunas Wisesa 03, di Perairan Pulau Sangyang, Selat Sunda pada Tanggal 03 Oktober 2007.  Dan nenurut Wiratman, penandatanganan MoA pra studi kelayakan itu, merupakan awal dari proses yang sangat panjang sebelum pembangunan JSS dapat dilaksanakan tiga tahap yakni tahap pembuatan pra studi kelayakan ( 2007 – 2009 ), tahap pembuatan feasibility study atau studi kelayakan ( 2009 – 2013 ), dan tahap pembangunan JSS ( 2013 – 2025 ).
Perjalanan masih panjang, sejauh ini Teknologi Konstruksi untuk meredam resiko serendah mungkin di jalur selat sunda bukan merupakan hal yang besar lagi, karena Teknologi yang dikembangkan adalah teknologi terkini yang paling maju, tapi masalah pendanaan adalah masalah krusial yang butuh penanganan dan koordinasi  lintas sektoral, mudah-mudahan dukungan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden dan Wapres SBY-JK bukan dukungan populis, tetapi dukungan yang memang benar-benar mengagendakan perencanaan untuk menggalang dan mendekati Investor baik Investor dalam ataupun luar negeri.
Mudah-mudahan impian untuk mempunyai Jembatan yang terpanjang didunia yang dikerjakan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan terpilih dapat terlaksana,  melalui perjuangan dan kerja keras yang tanpa henti dan tanpa batas tentunya, dan mudah-mudahan kalau masih mempunyai umur panjang, Allah memperkenankan saya untuk melintasi Jembatan Selat Sunda untuk mengunjungi kampung tercinta saya di Sumatera.
Demikianlah tulisan ini, lebih dan kurang saya mohon maaf karena saya tak mempunyai latar belakang pendidikan Teknik Civil yang memadai, untung saja ada tulisan detail yang menjelaskan mengenai Jembatan Selat Sunda yang ditulis oleh Bapak Wiryanto Dewobroto, dari tulisan tersebut saya sarikan menurut pikiran saya yang awam dan saya kembangakan dari data yang saya peroleh dari tulisan media masa melalui jalur internet tentunya. Sekali lagi terimalah tulisan ini sebagai sesuatu Pembelajaran diri saya pribadi tentang pemahaman saya terhadap Jembatan dan Pengembangan Teknologi Kontruksi yang ingin melihat kebanggaan pada Negeri tercinta ini, ada banyak orang-orang kita yang pintar yang mempunyai potensi besar untuk mengembangkan dan membangun Negeri ini, tapi kadang mereka terpinggirkan karena alasan politis…mereka justru dihargai di Negara lain dan bekerja disana….sehingga negara tersebut yang justru lebih maju dari negara kita.
Nah, sekarang tulisan ini saya kembalikan ke anda, untuk dikaji dan dipelajari tentunya apakah rencana itu merupakan impian atau sesuatu yang bisa kita capai dan perjuangkan tentunya, memang referensinya tak cukup memadai, tapi setidaknya dapat memberikan pembelajaran baru buat kita semua, untuk memahami dan mengerti mengenai teknologi kontruksi jembatan selat sunda dari kacamata awam seorang yang berdiri diantara keduanya. Terakhir mudah-mudahan tulisan ini ada manfaatnya, amin…!!!

Tangerang, 1 Januari 2009.

Wasalam,


Spesifikasi Jembatan Selat Sunda :
  • Panjang lebih Kurang 29 Kilometer
  • Lebar 60 Meter
  • Jalan Mobil 2 x 3 Meter
  • Jalan Sepeda motor dan pejalan kaki 2 x 1 meter
  • Double Track Kereta di tengah
  • Lokasi 50 kilometer dari Gunung Krakatau
  • Desain Tahan gempa dan Tsunami
  • Melintasi tiga pulau: Prajurit, Sangiang, dan Ular.
  • Terdiri atas dua jembatan gantung berbentang ultrapanjang: 3,5 km dan 7 km
  • Terdiri atas tiga jembatan konvensional berbentang 6 -7,5 km.
  • Kapasitas maksimum 160 ribu kendaraan per hari dan 31.318 orang per hari
  • Barang seperti batu bara sekitar 1,75 juta ton per tahun atau 4,7 ribu ton per hari


Sumber dan Referensi :