Tampilkan postingan dengan label sosoktokohkita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sosoktokohkita. Tampilkan semua postingan

Minggu, 15 November 2009

Kangen Jusuf ''Solusi'' Kalla



Catatan: Ibnu Yunianto


10 NOVEMBER lalu, Menteri BUMN Mustafa Abubakar meminta maaf kepada rakyat karena PLN gagal menyediakan pasokan listrik. Pemerintah berjanji, pasokan listrik di Jakarta akan pulih minggu ketiga Desember. Menanggapi laporan para menterinya, Wakil Presiden Boediono meminta departemen dan kementerian mempersiapkan pasokan listrik dalam jangka panjang.

Pemadaman listrik bergilir lebih parah pernah terjadi Juli 2008. Tidak hanya menimpa kawasan permukiman di Jakarta, tapi juga kawasan industri di sekitar Jakarta. Puluhan pengusaha Jepang langsung memprotes Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mereka mengancam akan memindahkan pabriknya ke Tiongkok bila pemerintah gagal menjamin stabilitas pasokan listrik.

Menanggapi ancaman pengusaha Jepang, Wakil Presiden Jusuf Kalla bergeming. Dia meminta pengusaha bertahan dengan mengatakan bahwa Tiongkok pun pernah mengalami kekurangan pasokan listrik sebelum proyek-proyek pembangkitnya selesai dibangun. Dia berjanji pemadaman bergilir akan berakhir dalam sepekan.

Setelah berhasil meyakinkan pengusaha Jepang, Kalla segera mengeluarkan maklumat. Kantor pemerintah diperintahkan tutup sebelum pukul 17.00. Lampu-lampu kantor dan reklame juga wajib dipadamkan, serta pendingin ruangan wajib disetel pada suhu 25 derajat Celsius. Pengusaha juga diimbau bergiliran bekerja dengan memaksimalkan pekerjaan pada Sabtu-Minggu, ketika beban puncak kebutuhan listrik berkurang. Hasilnya, pemadaman bergilir langsung berhenti dua hari kemudian.

Sejumlah orang dekatnya mengatakan, solusi adalah nama tengah Kalla. Sejumlah menteri pun mengakui ide-ide orisinal dan out of the box Kalla yang muncul begitu cepat dalam merespons persoalan pelik. Ketika orang lain berpikir untuk swasembada harus dilakukan dengan menambah luasan lahan, Kalla justru memerintahkan distribusi bibit unggul secara gratis.

Ketika Departemen Pertanian menyodorkan proposal program peningkatan teknologi pascapanen, Kalla justru memerintahkan agar membagikan terpal plastik sebagai alas pengolahan pascapanen di sawah. ''Kalau setiap hektare ada satu kilogram gabah yang hilang ketika dipanen, ada 2 juta ton yang hilang setiap musim panen. Itu artinya tidak perlu impor beras,'' katanya.

Ketika Bank Century kolaps, Gubernur BI Boediono dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati segera meminta pemerintah memberikan penjaminan penuh (blanket guarantee) dana nasabah Bank Century. Usul itu ditolak Kalla. Wapres langsung menelepon Kapolri, memerintahkan agar pemilik Century Robert Tantular ditahan. Tiga jam kemudian, Kapolri melapor bahwa Robert sudah ditahan serta dana Rp 12 triliun yang dilarikan ke luar negeri dibekukan dan dalam proses repratriasi ke Indonesia. ''Untung saja waktu itu punya Wapres Jusuf Kalla yang tegas menolak pengucuran bailout,'' tegas anggota FPDIP DPR Gayus Lumbuun di gedung DPR kemarin (12/11).

Tak heran, ketika Polri dan KPK berseteru soal kasus Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah, banyak orang yang kangen dengan solusi ala Jusuf Kalla. Kasus itu diyakini tak akan berlarut-larut bila Kalla masih ada di dalam pemerintah.

Meski tak banyak terdengar, kiprah Kalla dalam mendamaikan konflik terbuka antarlembaga tinggi negara sudah banyak teruji. Konflik terbuka antara Mahkamah Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan tentang audit biaya perkara yang terancam berujung ke proses pidana -Ketua BPK Anwar Nasution sudah melaporkan Ketua MA (ketika itu) Bagir Manan ke Mabes Polri- dapat diselesaikan dengan mediasi Kalla.

Seorang staf Kalla menuturkan, ketika kasus tersebut mulai bergulir ke penyelesaian melalui jalur pengadilan, Kalla segera mengontak Anwar Nasution untuk menawarkan penyelesaian di luar jalur pengadilan. Pada saat yang sama, Kalla pun segera mengontak Bagir Manan. Upaya perdamaian dapat mulus berjalan karena Kalla menggunakan pendekatan melalui jalur HMI. Baik Anwar, Bagir, maupun Kalla ternyata sama-sama pernah bergiat di HMI. Tak heran bila kedua tokoh yang sama-sama keras itu melunak.

Setelah kedua pihak setuju menempuh jalur non pengadilan, proses perdamaian formal selanjutnya diambil alih Presiden SBY dengan mengundang kedua tokoh bertemu di Istana Merdeka. Setelah pertemuan, laporan Anwar ke Mabes Polri dicabut, MA melunak soal audit biaya perkara, dan Presiden SBY mendapat pujian karena dianggap mampu menyelesaikan konflik itu ''secara adat''.  

Kalla tak hanya sekali memberikan solusi soal hukum. Beberapa waktu lalu, Kalla mendapat telepon dari Kepala BKPM Muhammad Luthfi. Dia mengeluhkan ada dua investor asal Singapura yang ditahan di Kepulauan Riau karena tertangkap tangan berjudi kecil-kecilan. Tiga bulan lamanya kasus itu mengendap di meja polisi dan kejaksaan, sementara proyek dan ratusan pegawainya terbengkalai.

Sambil menahan murka, malam itu juga Kalla menelepon Kapolda dan Kajati Kepulauan Riau. Dia meminta agar kasus tersebut diprioritaskan untuk diselesaikan. Dua hari kemudian, kasus itu disidangkan dan dua investor tersebut dibebaskan karena masa penahanannya tepat dengan vonis hakim. Kasus itu sempat menjadi berita yang sangat menonjol di koran terbesar di Singapura, The Straits Times. Kalla mendapatkan julukan Mr Quick Fix dari koran yang diterbitkan Singapore Press Holdings itu.

Rasa kangen kepada Kalla tak hanya dirasakan masyarakat. Puluhan wartawan yang ngepos di Istana Wakil Presiden pun merasa kehilangan salah seorang narasumber terbaik. Kebijakan Wapres Boediono yang membatasi akses informasi dengan sangat selektif menerima tamu maupun menjadi pembicara di forum-forum publik membuat wartawan mati kutu. Bila pada masa Kalla wartawan di Istana Wapres dimanjakan dengan tiga-empat kali rapat sehari, yang setiap rapat selalu menghasilkan keputusan penting, sekarang dua kali sepekan pun sudah dianggap berkah.

Wartawan Istana Wapres yang biasanya mengandalkan press briefing setiap Jumat untuk mencecar soal isu-isu terkini dan mempertanyakan kebijakan-kebijakan pemerintah kini banyak bengong. Menunggu-nunggu Wapres Boediono memberikan keterangan tentang satu-dua isu ekonomi, kadang kala. (leak)

*)Priyo Handoko ikut memperkaya tulisan ini.


Sumber : Jawa Pos




Minggu, 20 September 2009

JK dan Gusti Allah "Ora Sare"

Oleh : Andi Suruji
KOMPAS.com - Tuhan tidak tidur. Bahkan, Dia tidak akan tidur. Dengan kemahakuasaan-Nya, Dia-lah yang mengatur dunia dan segala isinya, serta perputaran sistem tata kehidupan manusia. Karena ketidaktidurannya itulah Sang Khalik mengetahui pasti dan sangat detail apa saja yang telah dan akan terjadi.
Ini bukanlah cuplikan renungan puasa bulan Ramadhan. Bukan pula khotbah Idul Fitri. Ini hanya terinspirasi dari sebuah judul berita di harian ini tempo hari, ”JK: Gusti Allah ’Ora Sare’”.
Pernyataan ora sare (bahasa Jawa) Wakil Presiden itu menyentak. Selama ini, Jusuf Kalla (JK) tak pernah terdengar mengutip ungkapan Bugis walaupun ia seorang Bugis. Padahal, orang Bugis juga memiliki banyak ungkapan perumpamaan bernilai tinggi, sebagaimana bahasa Jawa, Melayu, Sunda, Batak, dan bahasa lainnya.
Ketika JK mengungkapkan sesuatu dengan bahasa ”orang lain”, bukan berarti JK sudah kehilangan jati dirinya sebagai orang Bugis, ”manusia sabrang” istilah Syafii Maarif bagi JK. Jangan pula salah! Seberapa pun kadarnya, ”kejawaan” setidaknya ada juga dalam kehidupan JK. Dua menantunya orang Jawa. Istrinya adalah orang Minang. Tidak heran jika banyak orang mencap JK sebagai nasionalis tulen.
Boleh jadi, ora sare-nya JK bermakna lain, untuk menegaskan apa yang ada di benaknya, yang tidak bisa tergambarkan dan dipahami kebanyakan orang jika diungkapkan dengan bahasa lain, seperti bahasa Indonesia, apalagi bahasa Bugis.
Biarlah JK sendiri yang merasakan makna ungkapan Jawa itu dari lubuk hatinya yang paling dalam. Pembaca pun tak dilarang menafsirkan lebih jauh, lebih luas, dan lebih dalam makna di balik pernyataan JK tersebut. Apakah itu sekadar lucu-lucuan menjelang buka puasa, gurauan di antara pidato resmi, letupan kekecewaan, atau kekesalan.
Kalau pembaca tak keberatan, saya hanya coba menangkap yang dirasakan maupun yang disimpan rapat dalam hati JK sehingga lahir ucapan itu.
Pertama-tama, ungkapan itu diucapkan di hadapan tim sukses dan pendukungnya yang telah bekerja keras siang dan malam. Mereka memang sering tidak tidur, ora sare, untuk memenangkan pasangan JK-Wiranto dalam pemilu presiden dan wakil presiden pada 8 Juli 2009.
Seperti ungkapannya, dan saya saksikan sendiri karena beberapa kali bertemu di rumah jabatan selama masa kampanye pilpres, JK pun kadang memang seperti ora sare, tidak tidur. Sampai larut malam, bahkan dini hari, JK belum tidur dan terus menerima kedatangan tamu yang mengalirkan pernyataan kelompoknya mendukung penuh.
Kadang hingga dini hari, JK belum juga istirahat karena masih harus rapat, menyusun strategi, dan menghitung kekurangan dan kekuatan secara cermat. Padahal, pagi buta ia dan timnya masih harus berangkat lagi ke penjuru Nusantara yang dicita- citakannya senantiasa menyatu dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak tercabik-cabik konflik akibat ketidakadilan. Harmonis dalam taraf kesejahteraan rakyatnya. Berdiri sama tegak dengan bangsa-bangsa lain di muka bumi ini.
Betapa lelah JK memperjuangkan misinya yang mulia dan terhormat itu. Bukan ambisi kekuasaannya, apalagi keserakahannya mengejar takhta dan harta. ”Eeh kalian harus tahu. Saya, walaupun tidak duduk di sini, di mana pun saya kelak, kalau bisa berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara ini, itu sudah sangat membahagiakan saya,” kata JK dalam suatu perbincangan di ruang kerjanya.
Ia sudah cukup kaya raya untuk hidup tenang pada masa tua. Selama 40 tahun lebih jadi pengusaha, sudah cukuplah uangnya untuk membiayai kegiatan apa saja yang hendak dilakukannya. ”Kita jalan-jalan saja, tanpa protokol, tanpa ajudan, dan pengawal serta pengamanan,” katanya kepada saya dalam suatu percakapan tengah malam di rumah jabatan ketika perhitungan perolehan suara JK dan rivalnya makin timpang. ”Baik, Pak. Nanti saya jadi ajudan Bapak,” kata saya, dan dia tertawa lebar.
Kubu JK-Wiranto bukan tak berduka. Mereka kalah telak. Sangat jauh melenceng dari kalkulasi semula. Tetapi JK tak larut dalam kesedihan berkepanjangan. Seorang putrinya menyatakan, ”Kami semua bersedih. Tetapi kami malu sama Bapak (JK) karena dia tidak pernah bersedih, selalu menampakkan ketegarannya menghadapi kenyataan ini.”
”Kita semua sudah bekerja keras. Allah yang Mahatahu. Allah yang mengatur dan menentukan semua ini,” kata JK.
JK memang ora sare. Tidurnya yang banyak justru ketika dalam penerbangan. Gusti Allah juga ora sare. Dia bersama JK, setiap saat, dalam penerbangan dan cuaca yang sangat buruk dan menakutkan sekalipun. Hasil kerja keras JK tidak sesuai harapannya. Dia terima semua itu sebagai takdir. Dia telah berjuang dan berupaya keras untuk menjemput takdirnya.
Sejauh yang teramati secara cermat, baru dalam pemilu kali ini terjadi semua ormas Islam bersatu padu mendukung satu orang, yakni JK. Namun, seperti dikatakan banyak orang, seolah ada pula tangan jahat turut campur sehingga hasilnya sangat mencengangkan. Ada yang mengatakan, perolehan suara JK-Wiranto tidak masuk akal. Ada pengkhianatan dan kecurangan.
Namun, biarlah, Gusti Allah pasti ora sare.
Kita berharap, dengan segala pengalaman bisnisnya, memimpin Golkar dan menjadi wakil presiden yang dinamis, penuh terobosan, nyaris tak tidur untuk bekerja keras dan tulus, tetap ora sare mengoreksi hal-hal yang salah, curang, dan berbagai ketidakadilan lainnya di negeri ini.

Sumber : Kompas

Rabu, 17 Juni 2009

Apa Kata Ahmad Syafi'i Ma'arif Tentang JK




Ahmad Syafi'i Ma'arif Tokoh Bangsa :

" Saya rasa Presiden Esbeye beruntung ya punya seorang JK itu, Dialah yang banyak berbuat ya untuk Bangsa ini, soal Aceh umpamanya, soal Ambon. BLT memang itu JK, walaupun itu dikritik banyak orang, tetapi rakyat itu merasakan "


" RENDAH HATI ADALAH CIRI NEGARAWAN "

Selasa, 16 Juni 2009

Apa Kata Solihin GP Tentang JK




Solihin GP Pejuang Kemerdekaan :

Pak JK ini sederhana, Tegass, dia juga Cepatt, Leadershipnya Bagus, menurut saya, itu sifat Kepemimpinan yang percaya diri.


" PERCAYA DIRI, CIRI SEORANG NEGARAWAN "

Senin, 15 Juni 2009

Apa Kata Kwik Kian Gie Tentang JK




Kwik Kian Gie Pakar Ekonomi :

" Pak JK ini mengerti persis, melihat persoalan, lalu kemudian membentuk Opini dan menentukan sebuah kebijakan, lalu mengambil keputusan, dan kemudian kalau ada menteri yang ragu-ragu, berani mengatakan, saya yang mengambil tanggung jawab. "


" BERTANGGUNG JAWAB, CIRI SEORANG NEGARAWAN "

Minggu, 14 Juni 2009

Apa Kata K.H. Hasyim Muzadi Tentang JK




K.H. Hasyim Muzadi Tokoh Bangsa :


" Pak JK itu Bisa Bertindak Cepat dan Berani Mengambil Resiko untuk sebuah Prinsif "

TEGAS ADALAH CIRI SEORANG NEGARAWAN

Jumat, 12 Juni 2009

Apa Kata Budiarto Shambazy Tentang JK




Budiarto Shambazy Wartawan Senior Kompas :


" Pak JK ini sebagai Pemimpin yang tidak segan-segan turun kebawah ( turba ), ke Pelabuhan langsung teken paginya, sorenya barang bisa diekspor atau diimpor. Nah kita butuh ini pemimpin yang cepat mengatasi persoalan yang makin hari makin banyak "

" BERTINDAK CEPAT, CIRI SEORANG NEGARAWAN "

Jumat, 05 Juni 2009

H M. Jusuf Kalla Menuju RI 1

Siapa pun Presiden, Bisnis Saya Tetap Jalan

Muhammad Jusuf Kalla kini menjadi penantang serius incumbent SBY. Bagaimana persiapannya untuk memenangkan pertarungan Pilpres 2009? Inilah hasil wawancara JK dengan wartawan Jawa Pos Ibnu Yunianto, Raka Deni, dan Taufik Lamade di Istana Wapres, Senin (1/6) lalu:

---

Sebagai capres yang berlatar belakang pengusaha, banyak isu yang menyebutkan Anda akan sulit memisahkan antara kepentingan bisnis keluarga dan negara?

Pengusaha itu pekerjaan mulia, sama se­perti pekerjaan lain. Kalau tanpa peng­usaha, siapa yang akan bayar pajak, siapa yang mau kasih kerja orang. Pengusaha itu profesi mulia. Keluarga saya itu sudah menjadi pengusaha selama 70 tahun. Jadi, ini pekerjaan turun-temurun.

Sama saja dengan Pak SBY, dia tentara, bapaknya tentara, mertuanya tentara, sau­daranya tentara, dan anaknya tentara. Apa itu haram, apa itu KKN, kan tidak. Mereka kan bekerja secara profesional.

Nah, kalau keluarga saya berusaha secara professional, kenapa mesti diusik-usik. Karyawan perusahaan saya itu 10 ribu-20 ribu orang. Kenapa dicurigai, apa mau dibiarkan menganggur ribuan orang itu. Bisnis keluarga yang ada hubungan dengan pemerintah paling lima persen.

Contohnya, kami jualan mobil, apa hu­bungannya dengan pemerintah? Siapa pun presidennya, tetap akan jalan. Kami juga pu­nya hotel, punya mal, punya pabrik se­men, siapa pun pemerintahnya, akan tetap jalan. Yang lima persen itu tetap pakai tender resmi. Coba, sebutkan satu saja yang melanggar aturan. Kalau Anda bisa sebutkan satu saja yang melanggar, saya kasih seluruh keuntungannya. Tapi kalau salah, Anda mesti bayar sama saya.

Bagaimana dengan isu monorel yang me­mojokkan keterlibatan Pak JK yang di­kampanyekan oleh tim kampanye lain?

Monorel itu proyek siapa? Sutiyoso. Pre­sidennya Ibu Mega. Siapa menteri keua­n­g­annya waktu itu? Boediono. Kalau disetujui, pasti dia yang setujui. Cuma, itu tidak jalan. Bayangkan tidak manusiawinya. Di bawah orang macet total berjam-jam di jalan. Di atas ada proyek monorel yang macet. Itu harus dijalankan dong. Sudah ada tiang-tiangnya masak tidak dijalankan hanya gara-gara tidak ada yang menjamin (kreditnya). Betul-betul brengsek pemerintah yang tidak manusiawi seperti itu, di bawah dia biarkan rakyat macet total, di atas dia biarkan proyek macet.

Tapi, mengapa Anda dikaitkan de­ngan proyek itu?

Tugas saya sebagai Wapres mempercepat proyek itu selesai. Setelah saya pe­rik­sa, oh, ternyata proyek itu terlalu mahal, USD 800 juta, turunkan jadi USD 400 juta dengan memakai produk dalam ne­geri. Saya terlibat dalam rangka penggu­naan produk dalam negeri dan menurun­kan biayanya menjadi separonya.

Saya juga berani bertaruh di sini. Coba tun­jukkan di mana salahnya, saya akan ba­yar sama dia keuntungan yang dia kata­kan saya dapat. Tapi kalau salah, dia ha­rus bayar sebesar yang dia katakan. Siapa be­rani tunjukkan proyek monorel itu sa­lah, justru salah orang yang tidak melanjutkan proyek monorel, sementara di ba­wah macet total dan tiang-tiangnya sudah jadi. Apa tidak menangis kalau ada orang yang berpikir macam-macam, tidak mau teken jaminan agar proyek itu jalan lagi. Terakhir dia mau, tapi sudah telanjur krisis.

Tugas saya sebagai Wapres untuk mempercepat dan mengefisienkan pembangunan infrastruktur. Saya tegaskan, tidak ada hubungan proyek monorel itu dengan keluarga saya. Itu fitnah. Saya akan tuntut siapa pun yang ngomong seperti itu sekali lagi.

Anda juga dituding melakukan politisasi agama?

Kami tidak punya rencana menggunakan isu agama untuk membeda-bedakan masyarakat. Bahwa itu terikut secara otomatis, tidak bisa dihindari. Kalau saya ke pesantren, sentimen itu tidak bisa dihindari. Atau kalau istri saya dan istri Pak Wiranto berjilbab, itu juga tidak bisa dihindari ka­rena memang begitu. Bukan saya yang membawa ke isu agama, tapi masyarakat yang memandangnya. Itu sah-sah saja.

Pernahkah ada kampanye dari kami pilihlah istri capres yang berjilbab? Itu bukan kami yang mengembuskan, tapi masyarakat yang menangkapnya sendiri dari fakta yang ada. Jilbab bukan politisasi agama karena istri saya sudah berjilbab sejak 20 tahun lalu. Kalau sekarang ada istri capres yang dulu tidak berjilbab, tapi tiba-tiba difoto pakai jilbab dan disebarkan kiri-kanan, justru itu yang politisasi agama.

Slogan Anda lebih cepat lebih baik. Lan­tas, apa pemerin­tahan saat ini kurang cepat?

Pemerintahan saat ini sudah baik, cuma harus lebih cepat lagi dalam melaksanakan program dan menghadapi masalah-masalah. Bagaimana memanfaatkan semua sumber daya untuk menyelesaikan masalah dengan kecepatan yang baik, jangan ditunda-tunda masalahnya.

Semua masalah yang timbul pada saat krisis ini, sekiranya diselesaikan sebelumnya, tidak akan ada. Katakanlah, pembangunan pariwisata di Lombok -kalau di­selesaikan sebelumnya- tidak akan menjadi masalah sekarang.

Kenapa lambat?

Kita sering terlambat mengambil keputusan dan birokrasi kita memang menuntut dibuat target-target secara jelas.

Oh ya, Anda menargetkan pertumbuhan 8 persen pada 2011. Ada capres lain yang menargetkan 10 persen. Bagaimana realistisnya?

Kalau saya meyakini itu target (8 persen) yang sangat realistis. Mengapa? Tahun 2008 sudah 6,4 persen, jadi tinggal kita naik­kan 1,5 persen sudah delapan. Itu ti­dak sulit karena pada 2010 program yang saya koordinasikan seperti pengurangan subsidi listrik dan konversi elpiji itu menghemat Rp 150 triliun-200 triliun. Infrastruktur lain se­perti jalan tol, kereta api, dan sebagainya juga sudah jalan. Kalau pendapatan besar dan pengeluaran mengecil, pemerintah akan mampu mendorong pertumbuhan.

Kita juga akan benahi masalah birokrasi investasi doing business dalam dua tahun. Krisis dunia juga akan selesai, apalagi dampak krisis dunia tidak akan sebesar dampak yang menimpa negara lain. Jadi, delapan persen itu target minimal.

Apa cukup spending saja?

Di samping spending, tentu ada inves­tasi swas­ta. Sumber dana kita dari dalam ne­geri sebenarnya besar, tidak usah khawa­tir kekurangan. Dari SBI saja ada Rp 290 triliun lebih. Kalau diambil Rp 100 triliun saja, sudah bisa untuk membangun infrastruktur. Diambil maksudnya bank BUMN meminjamkan kepada perusahaan swasta.

Setelah jadi presiden nanti, apa program ekonomi konkret?

Program saya adalah peningkatan eko­nomi bangsa yang mandiri untuk kepentingan seluruh rakyat. Jadi, semua harus ber­kem­bang, tumbuh; pertanian harus kita tum­buhkan dengan baik supaya ada keman­dirian. Begitu pula industri. Karena itu, saya mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penggunaan sumber dana dalam negeri. Jangan uang itu disimpan di bank sebagai SBI seperti sekarang. Itu bahaya sekali. Jangan pinjam uang mahal dari luar, dengan penerbitan SUN-SUN itu. Mahal sekali. Jadi, terbalik kebijakan selama ini.

Bila pertumbuhan digenjot, sering pe­me­rataannya tidak terjadi?

Itu bisa diatur bersamaan. Sambil bertumbuh, diatur pemerataannya. Ekonomi ke­rakyatan bisa menimbulkan pertumbuhan. Per­tanian dan UMKM itu kan ekonomi yang subjeknya rakyat semua. Jangan dipertentangkan antara pertumbuhan dan pe­merataan, kecuali yang berpikir itu sangat li­beral, yang dipikirkan pasar modal saja. Sektor finansial akan tumbuh, tapi ekonomi kerakyatan tidak. Pikiran-pikiran neoliberal hanya memikirkan sektor moneter dan keu­angan, bukan riil ekonomi. Selama kita fo­kuskan ekonomi riil, pasti akan merata, sambil pemerintah memberikan subsidi dalam bentuk air bersih, dana kesehatan, uang sekolah, pasti akan terjadi pemerataan.

Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi pemerintah saat ini identik dengan SBY. Bagaimana sikap Anda?

Kita akan lebih keras dalam menegakkan hukum dan memerangi korupsi. Pidato per­tama saya ketika baru terpilih menjadi Wapres dan kemudian terpilih menjadi ketua umum Golkar keras sekali tentang antikorupsi. Saya tidak akan menjadikan Golkar sebagai bungker bagi koruptor.

Sebenarnya yang lebih banyak berperan (dalam penegakan antikorupsi) selama ini KPK yang merupakan lembaga hukum independen, bukan di bawah presiden. Sekalipun sekarang KPK sedang terkena masa­lah, tentu kita akan support agar bisa efektif kembali. Ke depan, saya akan lebih tegas lagi dalam penegakan hukum dan antikorupsi. Saya tidak punya beban apa pun.

Bila Anda memenangkan pilpres, ba­gaimana skema penyelesaian sosial dan ekonomi kasus Lapindo?

Pertama, akan saya selesaikan secara tek­nis dulu. Artinya, dengan segala macam tek­nologi, semburannya harus bisa ditutup. Secara bersamaan, itu akan menyelesaikan masalah ekonomi. Karena apa pun yang ki­ta perbuat, tanpa menutup semburan, tidak akan menyelesaikan masalah sosial dan ekonomi. Jadi, tutup dulu, baru minta Lapindo menyelesaikan kewajibannya sesuai dengan keputusan presiden.

Soal infrastruktur, saya kemarin sudah ketemu gubernur Jatim, segera dilakukan ground breaking jalan tol minggu depan.

Apa masih bisa ditutup?

Bisa, sudah banyak ahli pertambangan ke­temu dengan saya. Saya yakin bisa. Se­­mua penyakit itu kan ada obatnya. Tapi, segala upaya harus dilakukan.

Lapindo juga yang harus membiayai proses penutupan?

Ya ...memang begitu.

(noe/tof)

---

Nama: Drs H Muhammad Jusuf Kalla

Tanggal lahir: Watampone, 15 Mei 1942

Istri: Hj Mufidah Miad Saad

Anak: Muchlisa Jusuf, Muswirah Jusuf, Imelda Jusuf, Solichin Jusuf, dan Chaerani Jusuf

Cucu: Ahmad Fikri, Mashitah, Jumilah Saffanah, Emir Thaqib, Rania Hamidah, Aisha Kamila, Siti Safa, Rasheed, Maliq Jibran

Pendidikan Terakhir:

Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin (1967)

The European Institute of Business Administration, Fontainebleau, Prancis (1977)

Pengalaman Organisasi:

Ketua HMI Cabang Makassar 1965-1966

Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin 1965-1966

Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) 1967-1969

Ketua Pemuda Sekber Golkar Sulawesi Selatan dan Tenggara (1965-1968)

Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sulawesi Selatan (1985-1997)

Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Indonesia (1997-2002)

Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Sulawesi Selatan (1985-1995)

Wakil Ketua ISEI Pusat (1987-2000)

Penasihat ISEI Pusat (2000-sekarang)

Ketua Ikatan Alumni Unhas (sampai sekarang)

Ketua Persatuan Sepak Bola Makassar (1980-1990)

Pemilik klub sepak bola Makassar Utama (MU) pada 1985-1992

Pengalaman Pemerintahan:

1. Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (1965-1968)

2. Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (1982-1987)

3. Anggota MPR utusan daerah (1997-1999)

4. Menteri Perindustrian dan Perdagangan/Kepala Bulog (1999-2000)

5. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (2001-2004)

6. Wakil Presiden (2004-2009)

Bidang Agama:

Mustasyar (Penasihat) NU Sulawesi Selatan

Ketua Yayasan Badan Wakaf Masjid Al-Markaz Al-Islami

Bendahara Masjid Raya Makassar

Ketua Forum Antaragama Sulawesi Selatan


Sumber : Jawa Pos

Selasa, 28 April 2009

Prof Nelson Tansu, Ph.D - Usia 25 Tahun Mengajar S-3




Dia asli orang Indonesia yang prestasinya diakui dunia internasional. Pria kelahiran Medan 20 Oktober 1977, ini sudah meraih 11 penghargaan dan memiliki tiga hak paten atas penemuan risetnya. Pada usia 25 tahun ia telah berhasil meraih gelar PhD di University of Wisconsin, Madison, dan kemudian langsung mengajar mahasiswa S-3.

Dia menjadi profesor di universitas ternama Amerika, Lehigh University, Pensilvania, mengajar para mahasiswa di tingkat master (S-2), doktor (S-3), bahkan post doctoral Departemen Teknik Elektro dan Komputer.

Lebih dari 84 hasil riset maupun karya tulisnya dipublikasikan di berbagai konferensi dan jurnal ilmiah internasional. Sering diundang menjadi pembicara utama di berbagai seminar, konferensi dan pertemuan intelektual, terutama di Washington DC.

Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain di AS dan luar AS seperti Kanada, sejumlah negara di Eropa, dan Asia. Yang mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers.

Di bidang itu, ia mengembangkan teknologi yang mencakupsemiconductor lasers, quantum well dan quantum dot lasers, quantum intersubband lasers, InGaAsN quantum well danquantum dots, type-II quantum well lasers, danGaN/AlGaN/InGaN semiconductor nanostructure optoelectronic devices. Teknologi tersebut diterapkan dalam aplikasi di bidang optical communication, biochemical sensors, sistem deteksi untuk senjata, dan lainnya.

Meski sudah hampir satu dekade ia berada di AS, hingga sekarang ia masih memegang paspor hijau berlambang garuda. Pria ganteng kelahiran Medan, 20 Oktober 1977, ini mengaku mencintai Indonesia. Ia tidak malu mengakui bahwa Indonesia adalah tanah kelahirannya. "Saya sangat cinta tanah kelahiran saya. Dan saya selalu ingin melakukan yang terbaik untuk Indonesia," katanya serius. "Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan merupakan bangsa yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa besar lainnya. Tentu saja jika bangsa kita terus bekerja keras," kata Nelson lagi.

Nelson Tansu adalah anak kedua di antara tiga bersaudara buah hati pasangan Iskandar Tansu dan Lily Auw yang berdomisili di Medan, Sumatera Utara. Kedua orang tua Nelson adalah pebisnis percetakan di Medan. Mereka adalah lulusan universitas di Jerman. Abang Nelson, Tony Tansu, adalah master dari Ohio, AS. Begitu juga adiknya, Inge Tansu, adalah lulusan Ohio State University (OSU). Tampak jelas bahwa Nelson memang berasal dari lingkungan keluarga berpendidikan.

Dalam perjalanan hidup dan karirnya, ia mengakui mendapat dukungan yang besar dari keluarga terutama kedua orang tua dan kakeknya. "Mereka menanamkan mengenai pentingnya pendidikan sejak saya masih kecil sekali," ujarnya.
Ketika Nelson masih SD, kedua orang tuanya sering membanding-bandingkan Nelson dengan beberapa sepupunya yang sudah doktor. Perbandingan tersebut sebenarnya kurang pas. Sebab, para sepupu Nelson itu jauh di atas usianya. Ada yang 20 tahun lebih tua. Tapi, Nelson kecil menganggapnya serius dan bertekad keras mengimbangi sekaligus melampauinya.

Waktu akhirnya menjawab imipian Nelson tersebut. "Jadi, terima kasih buat kedua orang tua saya. Saya memang orang yang suka dengan banyak tantangan. Kita jadi terpacu, gitu," ungkapnya. Nelson mengaku, mendiang kakeknya dulu juga ikut memicu semangat serta disiplin belajarnya. "Almarhum kakek saya itu orang yang sangat baik, namun agak keras. Tetapi, karena kerasnya, saya malah menjadi lebih tekun dan berusaha sesempurna mungkin mencapai standar tertinggi dalam melakukan sesuatu," jelasnya.

Saat usia SD itu pulalah, Nelson kecil gemar membaca biografi para ilmuwan-fisikawan AS dan Eropa. Selain Albert Einstein yang menjadi pujaannya, nama-nama besar seperti Werner Heisenberg, Richard Feynman, dan Murray Gell-Mann ternyata sudah diakrabinya. "Mereka hebat. Dari bacaan tersebut, saya benar-benar terkejut, tergugah dengan prestasi para fisikawan luar biasa itu. Ada yang usianya muda sekali ketika meraih PhD, jadi profesor, dan ada pula yang berhasil menemukan teori yang luar biasa. Mereka masih muda ketika itu," jelas Nelson penuh kagum.

Berkat kegemarannya membaca itu, sejak kecil Nelson sudah mempunyai cita-cita yang besar. "Sejak SD kelas 3 atau kelas 4 di Medan, saya selalu ingin menjadi profesor di universitas di Amerika Serikat. Ini benar-benar saya cita-citakan sejak kecil," ujarnya dengan wajah serius.

Seiring dengan perjalanan waktu, Nelson meniti tangga pendidikan mengejar cita-cita masa kecilnya. Sebelum bertolak ke Amerika, lulusan terbaik SMU Sutomo 1 Medan 1995 ini lolos menjadi finalis Tim Olimpiade Fisika Indonesia. Sukses ini membuat dirinya mendapat tawaran beasiswa dari Bohn's Scholarships untuk kuliah di jurusan matematika terapan, teknik elektro, dan fisika di Universitas Wisconsin-Madison, Amerika Serikat.

Masuk kampus September 1995, laki-laki berdarah Tionghoa ini menyandang gelar bachelor of science hanya dalam tempo dua tahun lebih sembilan bulan. Predikatnya pun summa cum laude. Setelah merampungkan S-1-nya di bidang applied mathematics, electrical engineering, and physics pada 1998, ia kebanjiran tawaran beasiswa dari berbagai perguruan tinggi top di Amerika. Meski ada tawaran dari universitas yang peringkatnya lebih tinggi, ia memilih tetap tinggal di Universitas Wisconsin dan meraih gelar doktor di bidang electrical engineering pada Mei 2003.

Selama bersekolah di sana, berkat beasiswa yang diperolehnya, orang tua Nelson hanya membiayai hingga tingkat S-1. Selebihnya berkat kerja keras dan prestasi Nelson sendiri. Biaya kuliah tingkat doktor hingga segala keperluan kuliah dan kehidupannya ditanggung lewat beasiswa universitas. "Beasiswa yang saya peroleh sudah lebih dari cukup untuk membiayai semua kuliah dan kebutuhan di universitas," katanya.

Selama menggarap program doktornya, Nelson terus mengukir prestasi. Berbagai penghargaan dikoleksinya, antara lain WARF Graduate University Fellowships dan Graduate Dissertator Travel Funding Award. Bahkan, penelitan doktornya di bidang photonics, optoelectronics, dan semiconductor nanostructires meraih penghargaan tertinggi di departemennya, yakni The 2003 Harold A. Peterson Best ECE Research Paper Award.

Setelah menyandang gelar doktor, Nelson mendapat tawaran menjadi asisten profesor dari berbagai penjuru universitas di Amerika. Peluang menggiurkan ini menjauhkan minatnya untuk kembali ke Tanah Air. Akhirnya, awal 2003, di usianya yang ke-25, ia memilih Lehigh University, dan menyandang gelar asisten profesor di bidang electrical and computer engineering. Di AS, itu merupakan gelar untuk guru besar baru di perguruan tinggi. "Walaupun saya adalah profesor di jurusan electrical and computer engineering, riset saya sebenarnya lebih condong ke arah fisika terapan dan quantum electronics," jelasnya.


Lehigh University merupakan sebuah universitas unggulan di bidang teknik dan fisika di kawasan East Coast, Negeri Paman Sam. Ia berhasil menyisihkan 300 doktor yang kehebatannya tidak diragukan lagi. "Seleksinya ketat sekali, sedangkan posisi yang diperebutkan hanya satu," ujarnya menggambarkan situasi saat itu.

Lelaki penggemar buah-buahan dan masakan Padang itu mengaku lega dan beruntung karena dirinya yang terpilih. Menurut Nelson, dari segi gaji dan materi, menjadi profesor di kampus top seperti yang dia alami sekarang sudah cukup lumayan. Berapa sih lumayannya? "Sangat bersainglah. Gaji profesor di universitas private terkemuka di Amerika Serikat adalah sangat kompetitif dibandingkan dengan gaji industri. Jadi, cukup baguslah, he...he...he...," katanya, menyelipkan senyum.

Sebagai intelektual muda, dia menjalani kehidupannya dengan tiada hari tanpa membaca, menulis, serta melakukan riset. Tentunya, dia juga menyiapkan materi serta bahan kuliah bagi para mahasiswanya. Kesibukannya itu bertumpu pada tiga hal yakni yakni, learning, teaching, and researching.

Boleh jadi, tak ada waktu sedikit pun yang dilalui Nelson dengan santai. Di sana, 24 jam sehari dilaluinya dengan segala aktivitas ilmiah. Waktu yang tersisa tak lebih dari istirahat tidur 4-5 jam per hari.

Selama mengajar di kampus, karena wajahnya yang masih muda, tak sedikit insan kampus yang menganggapnya sebagai mahasiswa S-1 atau program master. Dia dikira sebagai mahasiswa umumnya. Namun, bagi yang mengenalnya, terutama kalangan universitas atau jurusannya mengajar, begitu bertemu dirinya, mereka selalu menyapanya hormat: Prof Tansu.

"Di semester Fall 2003, saya mengajar kelas untuk tingkat PhD tentang physics and applications of photonics crystals. Di semester Spring 2004, sekarang, saya mengajar kelas untuk mahasiswa senior dan master tentang semiconductor device physics. Begitulah," ungkap Nelson menjawab soal kegiatan mengajarnya.

Selama September hingga Desember atau semester Fall 2004, dia mengajar kelas untuk tingkat PhD tentang applied quantum mechanics for semiconductor nanotechnology. "Selain mengajar kelas-kelas di universitas, saya membimbing beberapa mahasiswa PhD dan post-doctoral research fellow di Lehigh University ini," jelasnya saat ditanya mengenai kesibukan lainnya di kampus.


Tiansu yang Lain
Meski namanya sudah banyak dikenal di seluruh dunia, hanya sedikit yang tahu bahwa guru besar muda ini berasal dari Indonesia. Di sejumlah kesempatan, banyak yang menganggap Nelson adalah orang Turki yang ada hubungan famili dengan mantan PM Turki Tansu Ciller.

Ada pula yang mengira bahwa Nelson adalah orang Asia Timur, tepatnya Jepang atau Tiongkok. Yang lebih seru, beberapa universitas di Jepang malah terang-terangan melamar Nelson dan meminta dia "kembali" mengajar di Jepang.

Seakan-akan Nelson memang orang sana dan pernah mengajar di Negeri Sakura itu. Dilihat dari nama, wajar jika kekeliruan itu terjadi. Begitu juga wajah Nelson yang seperti orang Jepang. Lebih-lebih di Amerika banyak profesor yang keturunan atau berasal dari Asia Timur dan sangat jarang yang berasal dari Indonesia.

Nelson pun hanya senyum-senyum atas segala kekeliruan terhadap dirinya. "Biasanya saya langsung mengoreksi. Saya jelaskan ke mereka bahwa saya asli Indonesia. Mereka memang agak terkejut sih karena memang mungkin jarang ada profesor asal aslinya dari Indonesia," jelas Nelson.

Tansu sendiri sesungguhnya bukan marga kalangan Tionghoa. Memang, nenek moyang Nelson dulu Hokkien, dan marganya adalah Tan. Tapi, ketika lahir, Nelson sudah diberi nama belakang "Tansu", sebagaimana ayahnya, Iskandar Tansu. "Saya suka dengan nama Tansu, kok," kata Nelson dengan nada bangga.

Rebutan Berbagai Universitas
Berkat prestasi Nelson Tansu yang luar biasa, ia sempat menjadi incaran dan malah "rebutan" kalangan universitas AS dan mancanegara. Ada yang menawari jabatan associate professor yang lebih tinggi daripada yang dia sandang sekarang (assistant professor). Ada pula yang menawari gaji dan fasilitas yang lebih heboh daripada Lehigh University.

Tawaran-tawaran menggiurkan itu datang dari AS, Kanada, Jerman, dan Taiwan serta berasal dari kampus-kampus top.
Semua datang sebelum maupun sesudah Nelson resmi mengajar di Lehigh University. Tapi, segalanya lewat begitu saja. Nelson memilih konsisten, loyal, dan komit dengan universitas di Pennsylvania itu. Tapi, tentu ada pertimbangan khusus yang lain.

"Saya memilih ini karena Lehigh memberikan dana researchyang sangat signifikan untuk bidang saya, semiconductor nanostructure optoelectronic devices. Lehigh juga memilikileaderships yang sangat kuat dan ambisinya tinggi menaikkan reputasinya dengan memiliki para profesor paling berpotensi dan ternama untuk melakukan riset berkelas dunia," papar pengagum John Bardeen, fisikawan pemenang Nobel itu.

Nelson mengaku memilih universitas luar negeri sebagai wadah kiprah ilmiahnya karena semata-mata iklim keilmuan di sana sangat kondusif. Di sana ia bisa memanfaatkan fasilitas laboratorium yang lengkap, mengakses informasi dari perangkat berteknologi canggih, dan melahap buku-buku terbaru di perpustakaan.

Peran dan keberadaan para ilmuwan sangat dihargai dan dihormati di sana. Selain itu, fasilitas riset yang sangat ia butuhkan juga menunjang komitmennya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi negara dan dunia.

Walaupun dikelilingi oleh berbagai fasilitas yang lengkap, hidup di perantauan membuatnya harus memendam rindu pada keluarga, teman, dan makanan khas Indonesia. Namun, kerinduan itu terobati dengan peluang berkarya yang lebih besar dan gaji yang cukup di universitas swasta ternama seperti tempatnya bekerja.

Ia memang tak mau menyebut angkanya. Tapi, sebagai gambaran, kata Nelson, rata-rata US$ 10.000 per bulan plus fasilitas kesehatan. "Jumlah ini cukup kompetitif dengan gaji yang ditawarkan dunia industri," kata ilmuwan muda yang rajin memberi ceramah di berbagai universitas di Amerika dan Eropa ini.

Meski memilih menetap di Amerika, ahli semikonduktor untuk serat optik ini mengaku akan mempertimbangkan dengan serius kalau pemerintah sungguh-sungguh membutuhkannya.
Ditanya soal pacar, Nelson tersipu-sipu dan mengaku belum punya. Padahal, secara fisik, dengan tinggi 173 cm, berat 67 kg, dan wajah yang cakep khas Asia, Nelson mestinya mudah menggaet (atau malah digaet) cewek Amerika.

"Ha... ha... ha.... Pertama, saya ini nggak ganteng ya. Tapi, begini, mungkin karena memang belum ketemu yang cocok dan jodoh saja. Saya sih, kalau bisa, ya dengan orang Indonesia-lah. Saya sih nggak melihat orang berdasarkan kriteria macem-macem. Yang penting orangnya baik, pintar, bermoral, pengertian, dan mendukung," paparnya panjang lebar sambil tersipu malu.  ►e-ti/atur







Rabu, 18 Februari 2009

Karen Agustiawan, Bangga Jadi Keluarga Pertamina



PERTAMINA, perusahaan plat merah yang menjadi harapan dan tumpuan rakyat negeri ini, untuk menyediakan sumber kebutuhan pokok rakyat yang berjumlah 220 juta orang, tersebar dari Sabang hingga Merauke.

Selama dalam perjalanannya selalu menjadi bulan2 an tokoh politik dan juga Pemerintah yang berkuasa, bahkan pernah menjadi sapi perahan....semua itu terjadi karena PERTAMINA dalam setiap langkah dan geraknya, memang selalu bersinggungan dengan POLITIK....dimana antrian BBM di setiap SPBU, Konversi dari minyak tanah ke Gas...naik atau turunnya BBM akan mendapatkan tanggapan langsung dari Legistatif dan dari selurah rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Sebetulnya telah banyak langkah yang dibaut oleh Direktur Utama Pertamina dalam membenahi Pertamina dari dalam, setiap Dirut mempunyai prioritas tersendiri dalam menanganinya : berbagai jurus telah dikeluarkan dalam membenahi Pertamina, bahkan pernah menggunakan jurus mabok dimana orang yang tak begitu memahami betul pertamina menjadi Dirut Pertamina, tapi hasilnya setelah menggunakan jurus itu Image terhadap Pertamina sedikit demi sedikit sudah berubah.

Arie H. Soemarno adalah Mantan Dirut yang benar2 all out menangani Pertamina dimana beliau ingin menjadikan pertamina sebagai Perusahan Kelas Dunia, ada banyak langkah yang dilakukan tapi karena setiap langkah kadang bersinggungan dengan status quo maka ada banyak timbul resistansi .... puncaknya adalah kebakaran Depo Pelumpang dibulan januari lalu.

Penggati beliau adalah Ibu Karen Agustiawan, yang latar belakangnya memang dari dunia MIGAS, beliau mencanangkan 6 Program Prioritas untuk menangani Pertamina, disaat awal kepemimpinannya ini sudah sangat alergi berurusan dengan dunia POLITIK.....mudah2an PERTAMINA kedepan menjadi lebih baik lagi.


Tangerang, 17 February 2009


Wassalam,



[ Kompas Kamis, 12 Februari 2009 ]
Kaget juga ketika mendadak air mata mengalir di pipi Galaila Karen Agustiawan (50), membuat wawancara terhenti. Ia teringat almarhum ayahnya, Prof Dr Soemiatno, figur panutannya. ”Beliau pernah bilang, posisi, jabatan, itu semua tidak ada artinya...,” katanya.
Galaila Karen Agustiawan, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) yang dilantik 5 Februari 2009 menggantikan Ari H Soemarno, adalah perempuan pertama yang menempati posisi puncak di Pertamina sepanjang 51 tahun sejarah perusahaan itu.
”Mau nanya apa? 15 menit saja ya. Masih banyak yang harus saya kerjakan,” kata Karen membuka wawancara di kantornya di lantai 19 gedung utama Pertamina.
Sempat bingung juga, informasi apa yang bisa digali dalam wawancara 15-an menit. Namun, ternyata, dengan tempo bicara yang sangat cepat, Karen mengungkapkan cukup banyak hal. Mulai dari pandangannya tentang Pertamina, tantangan-tantangan dalam hidup, penolakannya terhadap intervensi ke tubuh Pertamina, suami dan tiga anaknya yang begitu mendukungnya, hingga impresinya pada Ari Soemarno. Yang terakhir inilah yang membikin mata Karen berkaca-kaca sebelum kemudian menangis.
”Saya melihat Pak Ari sebagai figur yang mirip ayah saya. Ayah saya Dirut Biofarma selama 22 tahun. Ayah orangnya sangat sederhana, ada karakter Pak Ari yang mirip ayah saya, bagaimana ia membimbing orang,” ungkap Karen.
Suaranya sedikit melemah. ”Saya ini bungsu dari sembilan bersaudara. Saya sangat dekat dengan ayah saya, ini sesuatu yang very touchy,” sambungnya. Ia berhenti sejenak dan meneruskan, ”Kalau saya pergi ke nisan ayah, saya pasti nangis.” Kali ini Karen benar-benar berhenti.
Pemimpin dan jabatan
Apa kata Karen soal pemimpin? ”Pemimpin itu role model, pembuat keputusan. Pemimpin itu pasti bikin kesalahan karena pemimpin itu harus bikin keputusan. Kalau sampai pemimpin tidak bikin keputusan, gak ada yang bisa dikerjakan. Diem saja, status quo,” paparnya.
Soal banyaknya pertanyaan terlontar menyangkut posisi barunya ini—mengingat ia baru dua tahun masuk Pertamina—Karen menegaskan, hal ini bukan persoalan politis. Ia memandang pengangkatannya sebagai dirut hanyalah kebetulan. ”Jangan salah, no no no, saya profesional. Jabatan itu comes and goes, bukan sesuatu yang harus dikejar,” katanya.
Yang dimaui Karen, Pertamina mampu menerapkan good corporate governance. ”Kalau ini jalan, maka segala bentuk intervensi yang merugikan perusahaan dan negara, at all cost, tidak tolerir,” tegasnya.
Pernah merasa diintervensi? ”Well, saya tidak bilang seperti itu. Masalahnya, persepsi publik atas Pertamina itu masih pada citra yang lama. Masih ada orang yang coba-coba (mengintervensi), dan mengubah itu butuh waktu,” sahutnya.
Soal ini (mengingat kursi Dirut Pertamina konon teramat ”panas”), Karen berjanji tidak akan melayani segala bentuk intervensi, seperti dikatakan usai pelantikan Kamis lalu. Ia juga memaparkan enam langkah prioritas (Kompas, 5/2).
Selalu ada tantangan
Sebelum di Pertamina, Karen telah lama berkarier di Mobil Oil Indonesia (1984-1996). Ia pindah ke CGG Petrosystem selama setahun sebelum pindah lagi ke perusahaan konsultan Landmark Concurrent Solusi Indonesia. Tahun 2002-2006 ia bergabung dengan Halliburton Indonesia.
Dari pengalaman berpindah-pindah tempat kerja, Karen memetik satu hal, memberikan yang terbaik. Sempat muncul kekhawatiran dari teman-temannya, Karen akan berubah setelah di Pertamina. ”Nyatanya saya malah mengubah sistem. Sistem yang harus ikut saya, itu yang terjadi kalau mau maju. Saya selalu mengambil langkah ke depan.”
Dua tahun lalu ketika masuk ke Pertamina sebagai staf ahli, peran Karen ”hanya” sebatas konsultan. ”Mengusulkan konsep, tetapi implementornya bukan saya. Sekarang, saya harus memastikan semuanya berjalan. Itu berat, tidak sebatas plan the work, tetapi work the plan. Waktu saya masuk sebagai direktur hulu, yang saya benahi adalah bagaimana work the plan,” terangnya.
Bagi Karen, Pertamina adalah tantangan, dan ia menyukai tantangan. Tantangan memicu ide di otak keluar, dan itu membuatnya hidup. ”Dulu, menjadi Direktur Hulu banyak tantangan. Tetapi kalau saya melihat posisi itu sekarang, sudah tidak menantang. Saya sekarang memimpin tujuh anak perusahaan, itu berat, tetapi menantang.”
Tantangan lain, soal maskulinitas. ”Tahu sendiri kan bisnis minyak itu maskulinitasnya kuat. Saat saya masuk, banyak yang mempertanyakan, bisa apa cewek ini.” Jawabannya? ”Banyak yang mengakui, she did bring something.”
Karen mencermati adanya perubahan cara berpikir di sektor hulu. Dulu orang masuk Pertamina lebih untuk keamanan kerja, masuk Pertamina untuk menghidupi keluarga. ”Sekarang harus diubah menjadi I’m proud to be Pertamina family. Kayak dulu di ITB zaman Posma, kan ada spanduk selamat datang putra-putri terbaik Indonesia. Saya pengin begitu di Pertamina, selamat datang sarjana terbaik di Pertamina.”
Karen menyambung, ia akan menjadikan Pertamina minimal sama dengan Petronas, perusahaan minyak Malaysia itu. Sulitnya membuat Pertamina menjadi berkelas dunia? ”Ini soal keseimbangan, we can not see our selves as a full private corporate karena ini kan perusahaan pelat merah yang mengemban tugas negara,” jawabnya.
Karen memandang Pertamina di satu sisi sebagai korporat, maka untung harus diraih. Sisi hulu pun digenjot. Namun, di sisi hilir, banyak aspek sosial yang harus dihadapi. Misalnya, bagaimana memastikan agar BBM dan elpiji tersedia dan gampang diakses.
Sumber : Kompas


CATATAN :

Enam Program Kerja

Pertama, akan tetap melanjutkan program kerja jangka panjang yang sudah ditetapkan pimpinan Pertamina sebelumnya.

Kedua, program utama setiap direktorat akan dilakukan dengan mengedepankan aspek efektif, efisien dan keselamatan operasi.

Ketiga, aspek distribusi dan keamanan pasokan BBM, elpiji dan biofuel akan diupayakan dan dijadikan prioritas utama.

Keempat, pengusahaan sektor hulu akan ditingkatkan porsinya karena tahun lalu sektor tersebut menyumbang laba terbesar bagi perseroan. Ia menargetkan produksi minyak tahun ini tetap 171.000 barel per hari, 1.266 mmscfd untuk gas dan dari geothermal 15 juta ton,.

Kelima, transformasi Pertamina menuju perbaikan yang sudah dimulai Mantan Direktur Utama Pertamina Ari Hernanto Soemarno tidak boleh berhenti.

Keenam, seluruh pekerja Pertamina harus tetap mempertahankan momentum perubahan, bersikap terbuka, jujur, berani, dan profesional.



Selasa, 27 Januari 2009

Prof. Dr. Mubyarto ( Alm ) Seorang Pakar Ekonomi Kerakyatan


لسلام عليكم و رحمة الله و بركاته
Masih ingat benar saya Pak Muby, karena sering saya membaca buah tulisannya di harian nasional tentang pemikiran-pemikirannya mengenai Ekonomi Pancasila, yang mengedepankan Pertumbuhan dan Pemerataan Pembangunan yang berkeadilan.
Tulisan dan uraiannya gampang dan mudah dicerna, yang susah mungkin penerapannya dilapangan karena sebagian besar kalangan teknokrat justru lebih mengedepankan Pertumbuhan yang tinggi dengan mempercayakan Investor asing masuk dan diberi kemudahan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan usahanya di Tanah Air tercinta ini, demikian juga terhadap swasta nasional.
Keterbukaan ekonomi seperti ini sesungguhnya merupakan cerminan dari ekonomi Liberal, yang menyerahkan semua sistem kepada pemodal yang memiliki banyak uang untuk mengembangkan usahanya, yang memperbolehkan mengeruk keuntungan setinggi mungkin untuk kemajuan usahanya, dan kemudian hasilnya sebagian besar terserap kembali kenegara asalnya atau ke pemerintah pusat tentunya.
Hal ini terbukti dari kemajuan pembangunan yang lebih memfokuskan hanya di Pulau Jawa, coba lihat tingkat konsumsi BBM, Listrik dan Pangan serta kebutuhan sekunder lainnya 70% untuk pulau Jawa, sedangkan sumber-sumber yang ada sebagian besar berada di luar Jawa, Ironis khan….???
Sistem Ekonomi Pancasila merupakan aturan main kehidupan ekonomi, yang lebih mengedepankan Pertumbuhan dan Pemerataan yang berkeadilan, jadi segala sumber yang ada disuatu daerah dimanfaatkan sepenuhnya bagi kemajuan daerah itu.  Jadi kalau ada Investor yang masuk, investor tersebut harus mendayakan sumber daya lokal yang ada dan selanjutnya mengembangkan kemajuan buat rakyat sekitarnya, jangan sampai rakyat lokal hanya sebagi penonton tapi dilibatkan dan diberdayakan.
Sistem Ekonomi Pancasila memang dinyatakan gagal dalam penerapannya di era Pemerintahan Orde Baru, tapi sejak reformasi 1998 digulirkan istilah tersebut menjadi Populer dengan Istilah Ekonomi Kerakyatan yaitu sistem ekonomi yang demokratis yang melibatkan seluruh kekuatan ekonomi rakyat, dan jika diterapkan secara tepat pada setiap kebijakan dan program akan dapat membantu terwujudnya keselarasan dan keharmonisan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.
Pak Muby, memang engkau telah berpulang ke pangkuan Illahi, tapi Pemikiran mu akan selalu terbawa dalam setiap langkah dan gerak muridmu dan penerusmu….seperti halnya tulisannmu yang selalu membawa inspirasi bagiku di tahun 1980 an ketika aku masih remaja dan menyenangi sajian tulisanmu sebagai pembuka wawasan meskipun aku tak berkecimpung dilingkungan itu…..Muridmu dan Penerusmu seperti Pak A.Tony Prasetiantono, Anggito Abimanyu, Revrisond Baswir dan yang lainnya, mudah-mudahan mereka akan selalu menyuarakan itu…..kalau aku hanya sebagai penikamat dari tulisan atau pemerhati dari gerak-gerik mereka.
Terakhir Semoga Arwahmu mendapatkan tempat yang layak disisiNYA, Amin….!!!

Tangerang, 26 January 2009.

Wasalam,


Pakar Ekonomi Kerakyatan
Prof. Dr. Mubyarto ( 1938 - 2005 )

Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, ini meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Dr Sardjito Yogyakarta, Selasa 24 Mei 2005 pukul 13.49.  Pakar ekonomi kerakyatan kelahiran Yogyakarta, 3 September 1938, itu meninggalkan seorang istri, Sri Hartati, empat anak dan enam cucu.
Prof Dr Mubyarto yang akrab dipanggil Muby itu sempat dirawat secara intensif selama empat hari karena menderita paru-paru basah dan serangan jantung ringan. Jenazah disemayamkan di rumah duka Perumahan Dosen UGM, Sawitsari C-10 Condongcatur, Depok, Sleman.
Untuk mendapatkan penghormatan terakhir dari civitas academica UGM, jenazah disemayamkan lebih dulu di Balairung UGM Rabu 25 Mei 2005 pukul 11.00. Kemudian dikebumikan di Makam Keluarga UGM di Sawitsari, sekitar pukul 13.00.

Berbagai kalangan datang melayat ke rumah duka di Kompleks Sawit Sari C-10. Di antaranya mantan Dirjen Dikti dan Dubes Unesco Prof Dr Bambang Suhendro dan mantan Rektor UNS Prof Dr Kunto Wibisono. Juga mantan Ketua MPR RI Amien Rais.
Wakil Presiden Jusuf Kalla yang tengah berada di Yogyakarta membuka Rakerda Partai Golkar juga menyempatkan diri melayat ke rumah duka bersama Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X, Surya Paloh, dan Prof Dr Muladi.
Pakar Ekonomi Kerakyatan
Guru Besar FE-UGM dan Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM (PUSTEP-UGM), ini dikenal paling konsern pada ekonomi kerakyatan. Ekonom kelahiran Yogyakarta, 3 September 1938, ini juga konsern terhadap Sistem Ekonomi Pancasila. Hampir setiap kesempatan ia berbicara tentang sistem ekonomi Pancasila itu.
Dalam renungan akhir tahun 2003, sekaligus memperingati 1 tahun Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) UGM, Selasa (9/12/03), ia mengatakan semangat nasionalisme bangsa Indonesia beberapa tahun terakhir sudah sangat mengendur. Kendurnya nasionalisme ini karena telah dibekukan prestasi “keajaiban ekonomi” selama 32 tahun pembangunan ekonomi Orde Baru yang selalu ditonjolkan.
Ia bilang, ekonomi Indonesia telah mencapai pertumbuhan ekonomi luar biasa, yaitu rata-rata 7 persen/tahun. Padahal, dalam realitas yang terjadi adalah penghisapan oleh pemerintah pusat dan investor asing. Akibatnya, kata pakar ekonomi kerakyatan dari UGM ini, ekonomi nasional menjadi sangat timpang meski rata-rata pendapatan nasional sudah melebihi US$ 1000.
Ekonom Indonesia, kata lulusan S3 Iowa State, 1965, ini telah keblinger, tidak merasa terpedaya oleh keajaiban ekonomi yang menipu. Nyatanya, mereka sekarang tetap saja berbicara perlunya pertumbuhan ekonomi yang tinggi (6-7 persen/tahun) sebagai satu-satunya jalan menuju “pemulihan ekonomi”.

Ia juga menjelaskan, di masa Orba banyak daerah –terutama yang kaya sumber daya alam – merasa dihisap oleh pemerintah pusat atau investor dari luar. Contoynya, pada 1996, Provinsi Kaltim, Riau dan Irian Jaya (Papua) derajat penghisapannya tinggi, masing-masing 87 persen, 80 persen dan 78 persen. Artinya, dari setiap 100 nilai PDRB, bagian yang dinikmati penduduk setempat hanya 13 persen (Kaltim), Riau 20 persen dan Papua 22 persen. Selebihnya dinikmati investor dari luar. “Akibatnya ekonomi Indonesia kembali terjajah oleh ekonomi asing. Inipun pada 1988 sebenarnya sudah diperingatkan, namun rupanya diabaikan oleh para teknokrat kita.
Berikut ini kami petik Makalah Kuliah Umum Ekonomi Pancasila di Universitas Negeri Semarang (UNNES), Semarang, 9 Januari 2003, berjudul: “Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila Di Tengah Praktek Liberalisasi Ekonomi di Indonesia”

Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Etika Pancasila adalah landasan moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah gotongroyong atau kekeluargaan, sedangkan dari segi politik Trisila yang diperas dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme), sosio-nasionalisme, dan sosio-demokrasi.
Praktek-praktek liberalisasi perdagangan dan investasi di Indonesia

Trilogi Pembangunan
Sebenarnya sejak terjadinya peristiwa “Malari” (Malapetaka Januari) 15 Januari 1974, slogan Trilogi Pembangunan sudah berhasil dijadikan “teori” yang mengoreksi teori ekonomi pembangunan yang hanya mementingkan pertumbuhan . Trilogi pembangunan terdiri atas Stabilitas Nasional yang dinamis, Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, dan Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya. Namun sayangnya slogan yang baik ini justru terkalahkan karena sejak 1973/74 selama 7 tahun Indonesia di”manja” bonansa minyak yang membuat bangsa Indonesia “lupa daratan”. Rezeki nomplok minyak bumi yang membuat Indonesia kaya mendadak telah menarik minat para investor asing untuk ikut “menjarah” kekayaan alam Indonesia. Serbuan para investor asing ini ketika melambat karena jatuhnya harga minyak dunia , selanjutnya dirangsang ekstra melalui kebijakan deregulasi (liberalisasi) pada tahun-tahun 1983-88. Kebijakan penarikan investor yang menjadi sangat liberal ini tidak disadari bahkan oleh para teknokrat sendiri sehingga seorang tokoknya mengaku kecolongan dengan menyatakan:

Dalam keadaan yang tidak menentu ini pemerintah mengambil tindakan yang berani menghapus semua pembatasan untuk arus modal yang masuk dan keluar. Undang-undang Indonesia yang mengatur arus modal, dengan demikian menjadi yang paling liberal di dunia, bahkan melebihi yang berlaku di negara-negara yang paling liberal. (Radius Prawiro. 1998:409)
Himbauan Ekonomi Pancasila
Pada tahun 1980 Seminar Ekonomi Pancasila dalam rangka seperempat abad FE-UGM “menghimbau” pemerintah Indonesia untuk berhati-hati dalam memilih dan melaksanakan strategi pembangunan ekonomi. AdaIndonesia maka ekonom-ekonom UGM melontarkan konsep Ekonomi Pancasila yang seharusnya dijadikan pedoman mendasar dari setiap kebijakan pembangunan ekonomi. Jika Emil Salim pada tahun 1966 menyatakan bahwa dari Pancasila yang relevan dan perlu diacu adalah (hanya) sila terakhir, keadilan sosial, maka ekonom-ekonom UGM menyempurnakannya dengan mengacu pada kelima-limanya sebagai berikut:
sejak medio delapanpuluhan bersamaan dengan serangan globalisasi dari negara-negara industri terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya dapat ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena politik ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi tinggi ketimbang pemerataan hasil-hasilnya. peringatan “teoritis” bahwa ilmu ekonomi Neoklasik dari Barat memang cocok untuk menumbuhkembangkan perekonomian nasional, tetapi tidak cocok atau tidak memadai untuk mencapai pemerataan dan mewujudkan keadilan sosial. Karena amanah Pancasila adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
·        Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral;
·        Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;
·        Semangat nasionalisme ekonomi; dalam era globalisasi mekin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri;
·        Demokrasi Ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat;
·        Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagaimana terjadi pemerintah Orde Baru yang sangat kuat dan stabil, memilih strategi pembangunan berpola “konglomeratisme” yang menomorsatukan pertumbuhan ekonomi tinggi dan hampir-hampir mengabaikan pemerataan. Ini merupakan strategi yang berakibat pada “bom waktu” yang meledak pada tahun 1997 saat awal reformasi politik, ekonomi, sosial, dan moral.


Globalisasi atau Gombalisasi
Dalam 3 buku yang menarik The Globalization of Poverty (Chossudovsky, 1997), Globalization Unmasked (Petras & Veltmeyer, 2001), dan Globalization and Its Discontents (Stiglitz, 2002) dibahas secara amat kritis fenomena globalisasi yang jelas-jelas lebih merugikan negara-negara berkembang yang justru menjadi semakin miskin (gombalisasi). Mengapa demikian? Sebabnya adalah bahwa globalisasi tidak lain merupakan pemecahan kejenuhan pasar negara-negara maju dan mencari tempat-tempat penjualan atau “pembuangan” barang-barang yang sudah mengalami kesulitan di pasar dalam negeri negara-negara industri maju.

Globalization is … the outcome of consciously pursued strategy, the political project of a transnational capitalist class, and formed on the basis of an institutional structure set up to serve and advance the interest of this class (Petras & Veltmeyer. 2001: 11)

Indonesia yang menjadi tuan rumah KTT APEC di Bogor 1994, mengejutkan dunia dengan keberaniannya menerima jadwal AFTA 2003 dan APEC 2010 dengan menyatakan “siap tidak siap, suka tidak suka, kita harus ikut globalisasi karena sudah berada di dalamnya”. Keberanian menerima jadwal AFTA dan APEC ini, kini setelah terjadi krismon 1997, menjadi bahan perbincangan luas karena dianggap tidak didasarkan pada gambaran yang realistis atas “kesiapan” perekonomian Indonesia. Maka cukup mengherankan bila banyak pakar Indonesia menekankan pada keharusan Indonesia melaksanakan AFTA tahun 2003, karena kita sudah committed. Pemerintah Orde Baru harus dianggap telah terlalu gegabah menerima kesepakatan AFTA karena mengandalkan pada perusahaan-perusahaan konglomerat yang setelah terserang krismon 1997 terbukti keropos.


Peran Negara dalam Program Ekonomi dan Sosial
Meskipun ada kekecewaan besar terhadap amandemen UUD 1945 dalam ST MPR 2002 yang semula akan menghapuskan asas kekeluargaan pada pasal 33, yang batal, namun putusan untuk menghapus seluruh penjelasan UUD sungguh merupakan kekeliruan sangat serius. Syukur, kekecewaan ini terobati dengan tambahan 2 ayat baru pada pasal 34 tentang pengembangan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan pemberdayaan masyarakat lemah dan tidak mampu (ayat 2), dan tanggungjawab negara dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (ayat 3). Di samping itu pasal 31, yang semula hanya terdiri atas 2 ayat, tentang pengajaran sangat diperkaya dan diperkuat dengan penggantian istilah pengajaran dengan pendidikan. Selama itu pemerintah juga diamanatkan untuk menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk semua itu negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari nilai APBN dan APBD.

Demikian jika ketentuan-ketentuan baru dalam penyelenggaraan program-program sosial ini dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik, sebenarnya otomatis telah terjadi koreksi total atas sistem perekonomian nasional dan sistem penyelenggaraan kesejahteraan sosial kita yang tidak lagi liberal dan diserahkan sepenuhnya pada kekuatan-kekuatan pasar bebas. Penyelenggaraan program-program sosial yang agresif dan serius yang semuanya dibiayai negara dari pajak-pajak dalam APBN dan APBD akan merupakan jaminan dan wujud nyata sistem ekonomi Pancasila.


Ekonomi Rakyat, Ekonomi Kerakyatan, dan Ekonomi Pancasila
Sejak reformasi, terutama sejak SI-MPR 1998, menjadi populer istilah Ekonomi Kerakyatan sebagai sistem ekonomi yang harus diterapkan di Indonesia, yaitu sistem ekonomi yang demokratis yang melibatkan seluruh kekuatan ekonomi rakyat. Mengapa ekonomi kerakyatan, bukan ekonomi rakyat atau ekonomi Pancasila? Sebabnya adalah karena kata ekonomi rakyat dianggap berkonotasi komunis seperti di RRC (Republik Rakyat Cina), sedangkan ekonomi Pancasila dianggap telah dilaksanakan selama Orde Baru yang terbukti gagal.
Pada bulan Agustus 2002 bertepatan dengan peringatan 100 tahun Bung Hatta, UGM mengumumkan berdirinya Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) yang akan secara serius mengadakan kajian-kajian tentang Ekonomi Pancasila dan penerapannya di Indonesia baik di tingkat nasional maupun di daerah-daerah. Sistem Ekonomi Pancasila yang bermoral, manusiawi, nasionalistik, demokratis, dan berkeadilan, jika diterapkan secara tepat pada setiap kebijakan dan program akan dapat membantu terwujudnya keselarasan dan keharmonisan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.

Sistem Ekonomi Pancasila berisi aturan main kehidupan ekonomi yang mengacu pada ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dalam Sistem Ekonomi Pancasila, pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan) ekonomi rakyat sehingga terwujud kemerataan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratis yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya juga dinikmati oleh semua warga masyarakat.
Penutup
Ekonomi Indonesia yang “sosialistik” sampai 1966 berubah menjadi “kapitalistik” bersamaan dengan berakhirnya Orde Lama (1959-1966). Selama Orde Baru (1966-1998) sistem ekonomi dinyatakan didasarkan pada Pancasila dan kekeluargaan yang mengacu pasal 33 UUD 1945, tetapi dalam praktek meninggalkan ajaran moral, tidak demokratis, dan tidak adil. Ketidakadilan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari penyimpangan/penyelewengan Pancasila dan asas kekeluargaan telah mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tajam yang selanjutnya menjadi salah satu sumber utama krisis moneter tahun 1997.

Aturan main sistem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke-4 Kerakyatan (yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan) menjadi slogan baru yang diperjuangkan sejak reformasi. Melalui gerakan reformasi banyak kalangan berharap hukum dan moral dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi kepentingan ekonomi rakyat melalui upaya-upaya dan program-program pemberdayaan ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sub-sistem dari sistem ekonomi Pancasila, yang diharapkan mampu meredam ekses kehidupan ekonomi yang liberal.


Sumber : Ensiklopedi Tokoh Indonesia



Ingin mengetahui lebih dekat dengan Pak Muby, silahkan Klick situs dibawah ini :
  1. Muyiarto Institute
  2. Yayasan Mubyarto
  3. Jurnal Ekonomi Rakyat